Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegawai MA Djodi Supratman Divonis 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 16/12/2013, 18:31 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA) (nonaktif), Djodi Supratman, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan penjara atas kasus penerimaan suap dari pengacara bernama Mario Cornelio Bernardo. Djodi dinilai terbukti menerima uang Rp 150 juta dari Mario melalui Deden untuk pengurusan kasasi kasus penipuan Hutomo Wijaya Ongowarsito.

"Menyatakan Djodi terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Antonius Widjijantono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/12/2013).

Hal yang memberatkan putusan, yaitu perbuatan Djodi bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi dan bisa menurunkan kepercayaan masyarakat pada institusi MA. Sementara itu, hal yang meringankan adalah Djodi berlaku sopan dan kooperatif selama di persidangan. Djodi juga masih memiliki tanggungan keluarga.

Hakim menjelaskan, mulanya ada permintaan tolong dari Mario kepada Djodi untuk membantu mengurus kasasi kasus Hutomo di MA. Mario ingin agar hakim dapat memutus kasasi Hutomo sesuai memori kasasi jaksa penuntut umum, yaitu menghukum dan memenjarakan Hutomo.

Hal itu berdasarkan permintaan klien Mario yang pernah melaporkan Hutomo atas kasus penipuan. Mario kemudian menyatakan akan memberikan Rp 150 juta kepada Djodi. Setelah itu, Djodi menyampaikan hal itu kepada staf Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh, yakni Suprapto.

"Untuk merealiasasikannya, terdakwa (Djodi) menghubungi Suprapto, yaitu teman satu angkatan saat menjadi security di MA. Sebab, melalui website, diketahui hakim yang menangani kasasi Hutomo salah satunya Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh. Suprapto diketahui staf kepaniteraan Hakim Agung Andi Abu Ayyub dan dekat dengan Andi Abu Ayyub," kata Hakim Hendra Yosfin.

Setelah itu, Suprapto mengatakan bisa memenuhi permintaan Djodi sebesar Rp 150 juta yang kemudian menjadi Rp 300 juta. Djodi sendiri tidak mengetahui apakah Suprapto telah menyampaikan permintaan Mario kepada Hakim Agung Abu Ayyub. Kemudian, permintaan itu disanggupi oleh Mario yang akan memberikannya secara bertahap.

Pada 8 Juli 2013, uang sebesar Rp 50 juta diserahkan kepada Djodi melalui Deden. Penyerahan kedua, 24 Juli 2013, sebesar Rp 50 juta melalui Deden yang diambil di kantor hukum Hotma Sitompoel and Associates. Ketiga, pada 25 Juli, dengan uang kembali diambil di kantor Mario.

Seusai Djodi mengambil uang untuk kali ketiga, dia ditangkap oleh KPK dalam perjalanan pulang ke Gedung MA. Djodi belum sempat memberikan uang itu kepada Suprapto. Djodi dinilai terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, Djodi dituntut tiga tahun penjara. Atas vonis tersebut, Djodi dan jaksa menyatakan masih pikir-pikir untuk banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com