Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Progresif Vs Koruptor Canggih

Kompas.com - 16/12/2013, 11:54 WIB

A man who has never gone to school may steal a freight car, but if he has a university education, he may steal the whole railroad. (Theodore Roosevelt)

KOMPAS.com - AWAL tahun 2013 dibuka dengan berita mengejutkan soal tertangkap tangannya Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq yang menerima suap Rp 1 miliar, terkait pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian untuk PT Indoguna Utama.

Mengejutkan karena Luthfi berasal dari partai politik yang punya jargon bersih dan peduli. Terlebih selama ini memang Partai Keadilan Sejahtera sepi dari pemberitaan tentang politikus yang terjerat kasus korupsi.

Publik seperti tak percaya. Kader PKS bahkan lebih tak percaya lagi pucuk pimpinan partainya terlibat korupsi. Namun, vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 9 Desember 2013, menyatakan Luthfi secara sah dan meyakinkan terbukti korupsi sekaligus melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Vonis yang dijatuhkan bertepatan pada Hari Antikorupsi Internasional pada 9 Desember itu menghukum Luthfi dengan penjara 16 tahun ditambah denda Rp 1 miliar serta perampasan sejumlah harta bendanya, seperti rumah dan mobil mewah.

Kader PKS yang masih tak percaya Luthfi korup dan melakukan TPPU menganggap vonis hakim telah menzalimi partainya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan dinilai sebagai alat politik untuk menjatuhkan citra PKS.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng (berbaju tahanan) secara resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (17/10/2013) terkait kasus Hambalang.
Soal ketidakpercayaan tentang politikus yang melakukan korupsi atau TPPU ini bukan hanya monopoli PKS dan kadernya. Keluarga Mallarangeng, misalnya, sampai sekarang pun masih tak percaya Andi Alifian Mallarangeng, sulung dari tiga bersaudara, melakukan korupsi dalam proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Sang adik, Andi Rizal Mallarangeng, masih yakin, sangkaan korupsi terhadap saudaranya oleh KPK bakal tak terbukti di pengadilan.

Loyalis mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, hingga kini pun, masih tak percaya jika politikus yang terkenal santun tersebut menerima aliran dana dari proyek Hambalang. Lebih-lebih dana dari proyek Hambalang tersebut digunakan untuk jalan memenangi kursi ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat.

Loyalis Anas menuduh KPK diintervensi penguasa karena menganggap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak senang dengan berkuasanya Anas di partai yang dia dirikan.

Kolega mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini juga sempat tak yakin kalau Guru Besar Perminyakan Institut Teknologi Bandung itu menerima suap. Terlebih Rudi dikenal sebagai pribadi bersahaja. Bagaimana tidak, mudik ke kampung halamannya di Tasikmalaya, meski Rudi bergaji di atas Rp 200 juta per bulan, dia memilih menggunakan kereta api.

Bahkan yang terbaru, sempat banyak yang masygul ketika Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap KPK saat dalam proses menerima suap terkait pengurusan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Lebak, Banten.

Pencitraan canggih

Bagi KPK yang menetapkan Luthfi, Andi, Anas, Rudi, dan Akil sebagai tersangka, ketidakpercayaan tersebut hanyalah bentuk strategi pencitraan dan pembelaan koruptor serta jaringannya.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK), Bambang Widjojanto.
”Strategi pencitraan dan pembelaan koruptor serta jaringannya kian berkembang dan canggih. Mereka kian hebat dalam membangun citra positif koruptor sembari mendelegitimasi KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Menurut mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini, strategi itu pun dilakukan tidak hanya dengan membela di depan persidangan, tetapi juga menggunakan tempat talk show, diskusi, dan seminar. Mereka juga menyewa ahli yang tidak hanya memberi kesaksian di pengadilan, tetapi juga dalam talk show dan lain-lain. ”Bahkan ada pola komunikasi pencitraan menggunakan konsultan PR (public relation),” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com