Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kolom Agama di KTP, Menteri Agama Pun Bingung

Kompas.com - 13/12/2013, 12:43 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Agama Suryadharma Ali bingung saat ditanya soal keputusan pemerintah yang mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi warga negara yang memeluk agama di luar enam agama yang diakui pemerintah. Peraturan itu dimuat dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang disahkan pada 26 November 2013 lalu.

"Saya belum baca persis di undang-undang itu. Ada agama Shinto, Yahudi begitu, di luar enam. Kalau dia enggak beragama, kalau tulis agama kan malah bohong," ujar Suryadharma di Jakarta, Kamis (12/12/2013).

Menurut Suryadharma, kolom agama di KTP ini sebenarnya sangat penting untuk mengurus segala administrasi lain nantinya. Misalnya, sebutnya, untuk urusan kematian, upacara kematian pun harus disesuaikan dengan agama yang tercantum dalam KTP yang bersangkutan. Jika tidak dicantumkan, masyarakat tak memiliki informasi tentang agama yang dianut seseorang. Akan tetapi, Suryadharma tak bisa menjawab tentang ketentuan untuk agama atau kepercayaan di luar yang ditetapkan pemerintah.

"Harus dicantumkan sebenarnya, kalau tak beragama, ya mungkin enggak usah disebut sekalian," katanya.

Disahkan

Rancangan Undang-Undang Administrasi Kependudukan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Administrasi Kependudukan setelah melalui rapat paripurna DPR pada tanggal 26 November 2013. Pada Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, setiap warga negara harus memilih satu di antara lima agama yang diakui oleh pemerintah sebagai identitas dirinya.

Dalam revisi terhadap Undang-Undang Administrasi Kependudukan itu, sebelumnya sempat diusulkan agar warga dibebaskan mencantumkan agama atau aliran kepercayaan mereka. Namun, setelah melalui pembahasan antara pemerintah dan DPR, warga tetap diwajibkan memilih satu di antara lima agama dalam KTP-nya.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan tak akan ada diskriminasi terhadap agama tertentu. Ia menjelaskan, bagi pemeluk agama atau kepercayaan lain di luar yang diakui pemerintah, isian akan dikosongkan. Gamawan mengatakan, soal dicantumkannya agama masih dilakukan kajian di Kementerian Agama.

"Kami sudah punya matriks persoalan-persoalan menyangkut dengan agama. Dan itu sudah dibahas inter-depth, jangan-jangan sebenarnya ini bagian dari mazhab saja kan. Saya tidak mau sebut contoh ya. Itu kan harus hati-hati sekali. Aliran kepercayaan itu kan dia tetap beragama," ujarnya.

Agar tak terjadi diskriminasi atau hambatan tertentu soal agama, kata Gamawan, pihaknya akan segera mengumpulkan kepala dinas seluruh Indonesia.

"Jadi, kita sosialisasi dari poin-poin yang kita tetapkan hari ini," ujar Gamawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com