Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Rekayasa Kuis Kebangsaan Win-HT, Bawaslu Koordinasi dengan KPI

Kompas.com - 10/12/2013, 22:43 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan akan berkoordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menindaklanjuti dugaan rekayasa dalam program siaran Kuis Kebangsaan Win-HT (Wiranto-Hary Tanoe).

Anggota Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, pihaknya harus terlebih dulu memastikan ada unsur kepemiluan dalam program itu. "Karena ini sudah soal content (isi penyiaran), baiknya koordinasi dengan KPI dulu. Kalau memang ternyata ada setting-an, dilihat dulu apa masuk dalam ranah yang menyangkut pemilu," ujar Daniel saat dihubungi di Jakarta, Selasa (10/12/2013).

Kerja sama dengan KPI, kata Daniel, juga soal penyerahan barang bukti penyiaran yang berisi kampanye kandidat tertentu. Dia mengatakan, jika terbukti siaran itu menyangkut dengan pemilu, terutama upaya kampanye, maka pihaknya akan menindaklanjuti sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif.

"Akan kami tangani secara prosedural," kata Daniel.

Disampaikannya, selain soal isi kepemiluan, siaran Kuis Kebangsaan itu juga akan dikaji apakah masuk dalam pemberitaan, penyiaran, atau iklan. Dalam hal itu, kata dia, KPI adalah pihak yang paling berwenang menentukan.

"Frekuensi siaran televisi itu kan hak publik, dan UU mengatakan, isi siaran tidak boleh menyesatkan. Tapi itu ranah KPI," lanjutnya.

Sebelumnya, pengguna media sosial, termasuk Twitter dan Kaskus, ramai membicarakan kuis kebangsaan Win-HT, Selasa (10/12/2013). Kuis yang ditayangkan secara langsung di RCTI itu diduga telah diatur setelah beberapa peserta melontarkan jawaban sebelum pembawa acara mengajukan pertanyaan.

Dalam sebuah video yang diunggah di Twitter dan Kaskus, seorang warga bernama Syaifudin dari Trenggalek, Jawa Timur, melontarkan jawaban, "A. Istana Maimun." Padahal, Syaifudin belum memilih pertanyaan yang diajukan.

"Huruf apa Pak? Bukan, Pak. Ini dia nih. Bapak boleh pilih dulu huruf (W, I, N, H, T) yang ada di sebelah saya. Silakan," kata Tifanny, pembawa acara, seraya menunjukkan pilihan huruf yang dapat dipilih Syaifudin.

Syaifudin pun terdengar kebingungan, dan sempat berujar, "Ooh..."

Setelah berpikir sejenak, Syaifudin pun akhirnya memilih pertanyaan yang berada di balik huruf "H". Setelah itu, Syaifudin pun diajukan pertanyaan sebagai berikut: "Istana yang menjadi salah satu ikon Kota Medan dan dibangun pada tahun 1888 adalah?" Di bawah pertanyaan, ada tiga pilihan, yaitu; A. Istana Maimun; B. Gedung Sate; C. Museum Gajah.

Syaifudin pun kembali mengulang jawaban, "A. Istana Maimun", yang dinyatakan benar.

Ada lagi kejadian lucu lainnya. Seorang warga dari Medan bernama Yoel pun sempat kebingungan mengikuti kuis ini. Sebelum mendapatkan pertanyaan, Yoel langsung melontarkan jawaban, "A. MT Haryono".

Akhirnya, pembawa acara pun mengingatkan Yoel untuk memilih pertanyaan terlebih dahulu. Yoel pun sempat memilih huruf "A". Padahal, di layar kaca, tak ada huruf A. Huruf yang tersedia adalah W, I, N, H, T.

Akhirnya, Yoel memilih huruf "W". Pertanyaan pun diajukan, "Selain Ahmad Yani, siapa yang termasuk dalam 7 pahlawan revolusi?" Selanjutnya, terpampang tiga pilihan, yaitu; A. MT Haryono; B. Gatot Subroto; C. Selamet Riyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com