Menurut Saleh, porsi tampilnya Wiranto dan Hary Tanoe masih dalam batas wajar.
"Kami tidak merasa. Mereka masih wajar kok, masih dalam koridor yang ditetapkan," ujar Saleh di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Saleh mengatakan, pemberitaan Wiranto-Hary Tanoe di MNC Grup, milik Hary, juga dilakukan secara berimbang. Selain itu, menurutnya, Hanura tak pernah dengan sengaja memaksakan porsi partainya lebih besar di MNC Grup.
"Hanura dan MNC adalah dua hal yang berbeda," katanya.
Menurut Saleh, Dipo boleh saja berkomentar soal ketidakadilan pemilik televisi yang masuk dalam dunia politik untuk mendongkrak elektabilitas. Namun, ia menilai, pernyataan Dipo tidak tepat jika dikaitkan dengan sosok Wiranto-Hary Tanoe.
"Enggak tepat, karena Wiranto-HT makin lama makin naik kok elektabilitasnya," kata dia.
Sementara itu, terkait teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap sejumlah stasiun televisi termasuk milik MNC Grup, ia mengatakan, Hanura menghormati keputusan KPI.
Sindiran Dipo Alam
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam kembali mempertanyakan pemberitaan sejumlah stasiun televisi swasta yang dinilainya tak netral. Stasiun-stasiun televisi yang disindir Dipo adalah stasiun yang pemiliknya juga petinggi partai politik dan berencana maju sebagai calon presiden. Sindiran Dipo dituangkan melalui akun Twitter pribadinya, @dipoalam49, Senin (9/12/2013).
Dipo juga menyindir para pemilik stasiun TV yang akan maju sebagai capres, tetapi elektabilitasnya rendah.
"Elektibiltas partai dan pencapresannya kecil, tapi karena punya TV gaung politiknya bak kodok bangkong gelembungkan tenggorokannya, bakal kempes," tulis dia.
Menurutnya, para capres itu memuaskan diri sendiri melalui stasiun televisi yang dimilikinya dan menempatkan pemerintah sebagai pesaingnya. "Beberapa TV dipakai kampanye terselubung pemilik atau partainya. Pemiliknya ditampilkan sebagai pahlawan, yang lain diliput bak black campaign," kata Dipo.
"Ada pimpinan parpol yang punya stasiun TV bawa-bawa kebesaran Bung Karno, bonceng gaya orasinya seperti BK, tapi isi kurang, beritanya besar di TV dia," lanjutnya.
Dipo menyebutkan, seperti diatur dalam UU Penyiaran No 32 tahun 2002, Pasal 36 Ayat 4, mewajibkan isi siaran dijaga netralitasnya, tak boleh mengutamakan kepentingan golongan.
"Itulah (alasan) KPI menegur mereka," ujarnya.
"Pemerintah dikritik sangat boleh, tapi media dan TV kalau dikritik, termasuk ditegur boleh juga kan? Ini negara hukum, ojo dumeh dengan kekuasaan," kata Dipo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.