Menurut Anas, langkah ini mampu menyelamatkan Demokrat dari keterpurukan dalam Pemilu Legislatif 2014.
"Demokrat itu masih punya kartu truf, kalau digunakan akan berguna. Pak SBY merelakan diri untuk jadi cawapres," kata Anas saat berkunjung ke kantor Tribun di Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Anas mengatakan, tanpa mengeluarkan kartu truf, Demokrat hanya akan berebut dengan Partai Gerindra untuk mendapat medali perunggu alias urutan ketiga. Ia mengungkapkan, ada dua faktor yang menjadi penyebab bakal melorotnya perolehan suara Demokrat pada 2014.
Faktor yang paling menentukan, kata Anas, yakni merosotnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Rumus universal yang tidak bisa dibantah, lanjutnya, elektabilitas parpol pendukung pemerintah bakal turun jika tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah menurun. Begitu juga sebaliknya.
Anas mengutip hasil survei berbagai lembaga survei terhadap kinerja SBY-Boediono selama empat tahun terakhir. Menurutnya, hasil survei menunjukkan mayoritas responden tidak puas dengan kinerja pemerintah di berbagai sektor.
Faktor lain yang bakal memengaruhi hasil pileg yakni mesin parpol Demokrat. Untuk faktor ini, Anas tak bisa menilai bagaimana mesin parpol setelah ia berhenti sebagai ketum. Namun, kalaupun mesin parpol bekerja optimal, menurut Anas, tidak berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas Demokrat jika kinerja pemerintah tak optimal.
"Faktor keduanya ada di tangan SBY, baik sebagai presiden maupun ketua umum. Demokrat itu semakin identik dengan SBY. Demokrat partai yang paling kompak antara ketum dan sekjen (Edhie Baskoro Yudhoyono), partai yang tidak mungkin konflik antara ketua majelis tinggi dengan ketum," kata Anas, dengan raut wajah serius.
SBY cawapres
Anas berpendapat, sulit berharap kepada 11 peserta Konvensi Demokrat jika melihat hasil survei selama ini. Maka, untuk kepentingan Demokrat agar elektabilitasnya naik dan kepentingan keberlangsungan program SBY di pemerintahan, menurut Anas, SBY sebaiknya maju sebagai cawapres. Sesuai aturan, SBY tak bisa lagi maju sebagai capres setelah menjabat presiden selama dua periode.
"Bukan pilihan buruk untuk (SBY) merelakan diri turun pangkat menjadi cawapres. Sama seperti Pak SBY mau jadi ketum dari jabatan Ketua Majelis Tinggi. Itu kesediaan, keikhlasan untuk terima," kata pendiri organisasi kemasyarakatan Perhimpunan Pergerakan Indonesia itu.
"Kalau Pak SBY mau ikhlas, kan bakal banyak capres tertarik ajak (SBY). Kalau dari 11 (bakal capres Demokrat) ini belum tentu (ada yang mau berkoalisi). Pak SBY pendukungnya masih ada. Kalau bersedia ikhlas mengambil peran itu, itu bermanfaat untuk keselamatan Demokrat dan kelanjutannya program-programnya. Jadi kata kuncinya kesediaan Pak SBY berkorban. Ini saya serius (bicara)," tambah Anas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.