JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung kembali menegaskan komitmennya di dalam pemberantasan korupsi melalui putusannya. MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa yang menyoal tak adanya pidana pengganti bagi terpidana korupsi yang tidak membayar uang pengganti.

Hal ini terungkap dalam majelis PK yang dipimpin Imron Anwari dengan hakim anggota Andi Samsan Nganro dan Krisna Harahap yang dijatuhkan Selasa (26/11). Hakim Agung Andi Samsan Nganro membenarkan kepada Kompas putusan tersebut.

Perkara itu bermula dari permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat, terhadap putusan kasasi Nomor 165 K/Pid.Sus/2009 atas nama terdakwa Kurnia Sakerebau, bekas Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar.

Kurnia dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi karena mengorupsi dana pendidikan sehingga dijatuhi pidana lima tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 1,1973 miliar.

Namun, majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar tidak menjatuhkan pidana pengganti apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar.

”Dalam kondisi demikian, tidak mungkin PK diajukan terpidana atau ahli warisnya karena merugikan posisinya. Dengan demikian, dalam hal ini terbuka peluang bagi yang berkepentingan untuk mengajukan PK, dalam hal ini jaksa,” demikian pertimbangan majelis PK.

Oleh karena itu, majelis PK mengabulkan permohonan PK jaksa karena melihat adanya unsur kepentingan negara sekaligus kepentingan umum ke depan.

Dalam pertimbangannya, majelis PK menyadari bahwa Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya.

Namun, hal tersebut tidak menutup peluang jaksa untuk PK karena Pasal 263 Ayat (3) KUHAP menyebutkan bahwa apabila suatu putusan menyatakan sebuah perbuatan terbukti tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan, maka terbuka untuk diajukan PK.

”Pasal tersebut tidak mengatur siapa subyek PK-nya. Dalam perkara ini, meskipun perbuatan terbukti tetapi salah satu amarnya yaitu terkait penjatuhan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 1,1973 miliar tidak dilengkapi alternatif pidana pengganti jika uang tersebut tidak dibayarkan. Majelis PK memandang adanya kekeliruan yang nyata dalam putusan majelis kasasi tersebut,” demikian pertimbangan majelis PK. (ana)