JAKARTA, KOMPAS.com Kementerian Kesehatan mendukung aksi keprihatinan dokter berupa pemasangan pita hitam di lengan kanan serta doa bersama untuk kesehatan rakyat, kesembuhan pasien, dan keamanan dokter dalam menjalankan tugas. Namun, Kemenkes meminta agar pelayanan jangan terganggu dan berlangsung seperti biasa.

Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes Akmal Taher, Selasa (26/11), di Jakarta, menanggapi rencana dokter ahli kandungan di sejumlah daerah di Indonesia berhenti praktik sehari, Rabu ini. Kemenkes mendukung aksi para dokter, baik berupa doa bersama maupun demo. Namun, hal ini harus diatur agar pasien tetap terlayani dengan baik.

”Di rumah sakit banyak pasien miskin yang datang dari luar kota. Meski tak mendesak, mereka berutang untuk bisa periksa ke rumah sakit. Jangan sampai mereka tidak terlayani,” katanya.

Aksi para dokter itu merupakan wujud solidaritas atas kasus yang menimpa tiga dokter ahli kandungan (obstetri dan ginekologi), yaitu Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian, yang diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) karena tuduhan malapraktik, yang menyebabkan kematian pasien Julia Fransiska Makatey saat melahirkan pada 2010.

Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Nurdadi Saleh menegaskan, apa yang dilakukan para dokter di seluruh Indonesia bukan mogok kerja, melainkan aksi keprihatinan berupa berhenti praktik sehari, tetapi tetap melayani kasus gawat darurat. Pemasangan pita hitam di lengan kanan dan memasang pin di dada kiri bertulisan ”Stop Kriminalisasi Dokter”.

Tujuannya agar Dewa Ayu dan kedua rekannya ditetapkan sebagai tahanan luar sampai proses peninjauan kembali (PK) diputuskan. Mereka dibebaskan, serta selanjutnya dokter tidak serta- merta dituduh malapraktik sebelum diperiksa dan dinyatakan bersalah terkait disiplin ilmunya oleh majelis profesi medis.

Menurut Nurdadi, kematian pasien Julia akibat emboli udara tidak bisa diprediksi dan dicegah. Ketiga dokter berupaya maksimal menolong. Anak Julia lahir dengan selamat, tetapi ibunya tidak bisa diselamatkan.

”Tak seharusnya dokter itu dihukum karena tidak ada kelalaian dan kesengajaan untuk mencelakakan pasien,” katanya. Hal senada dikemukakan Eddi Junaidi, dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang juga Ketua Lembaga Mediasi Sengketa Medik.

Menurut Akmal, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta MA segera memproses PK Dewa Ayu dan kawan-kawan. Kemenkes membantu mengumpulkan bukti baru terkait kasus itu.

Nurdadi mempersilakan POGI cabang memodifikasi aksi keprihatinan sesuai kondisi daerah. POGI Jawa Barat, misalnya, melakukan renungan di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.

Nurdadi menambahkan, aksi di sejumlah daerah itu akan melibatkan sekitar 3.000 dokter kebidanan dan kandungan. ”Dokter merasa sakit dan kecewa atas penangkapan dokter Hendry Simanjuntak yang diperlakukan seperti teroris,” ujarnya.

Hendry, dokter spesialis kandungan, dijebloskan ke Rumah Tahanan Malendeng, Manado, Sulawesi Utara, setelah ditangkap di rumahnya, di Desa Sitanggang, Kecamatan Siborong-Borong, Sumatera Utara, Senin lalu. Penangkapan atas Hendry adalah perintah eksekusi atas tiga dokter yang divonis bersalah oleh MA.

Tiga pekan sebelumnya, jaksa menahan Dewa Ayu (38) di Balikpapan, Kalimantan Timur. Kejaksaan masih mencari dokter Hendy Siagian.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulut Jemmy Waleleng mengatakan, ribuan dokter di Indonesia kecewa dan menyesalkan penangkapan Hendry. Tangan Hendry diborgol.

Pranasista, dokter dari Palu, Sulawesi Tengah, mengatakan, lima dokter berangkat ke Jakarta untuk mendukung aksi keprihatinan. Aksi juga akan berlangsung di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.(who/uti/zal/eng/apo/atk)