JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Australia akan menyusun protokol serta kode etik hubungan kedua negara untuk menjamin tidak terulangnya tindakan merugikan yang dilakukan salah satu negara. Setelah protokol terbentuk, dijalankan, dan memberikan rasa percaya, baru Indonesia bersedia melanjutkan kerja sama dengan Australia.

Sikap Indonesia yang mengajak Australia menyusun protokol dan kode etik bagi hubungan kedua negara merupakan respons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas surat balasan Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Respons ini disampaikan Yudhoyono dalam keterangan pers seusai rapat terbatas membahas surat balasan Abbott, Selasa (26/11), di Kantor Presiden.

”Saya akan menugasi Menteri Luar Negeri atau utusan khusus untuk mendiskusikan secara mendalam isu-isu sensitif, termasuk hubungan bilateral Indonesia-Australia pasca-penyadapan,” tutur Presiden. Pembahasan tersebut akan menjadi dasar upaya selanjutnya, yaitu membahas protokol dan kode etik.

Jika sudah selesai disusun, kode etik dan protokol akan disahkan di hadapan kepala pemerintahan kedua negara. Setelah itu, Australia dan Indonesia akan menjalankan kode etik itu sebaik mungkin. Evaluasi ataupun observasi dilakukan untuk menilai pelaksanaan protokol/kode etik.

Sebagai tahap terakhir, menurut Yudhoyono, setelah Indonesia memiliki kepercayaan, kerja sama bilateral dapat dilanjutkan, termasuk kerja sama militer dan kepolisian.

Presiden menjelaskan, surat balasan Abbott mempunyai tiga pesan penting. Pertama, Australia ingin menjaga dan melanjutkan hubungan bilateral kedua negara.

Kedua, Abbott berkomitmen bahwa Australia tidak akan melakukan sesuatu di masa depan yang akan merugikan ataupun mengganggu Indonesia.

Ketiga, Abbott setuju dan mendukung usul Yudhoyono agar dilakukan penataan kembali kerja sama bilateral, termasuk pertukaran intelijen dengan menyusun protokol/kode etik yang jelas, adil, dan dipatuhi.

Yudhoyono mengatakan, saat ini ada belasan ribu mahasiswa Indonesia di Australia. Tidak sedikit pula warga Indonesia yang bekerja di Australia.

”Demikian juga ada ratusan ribu warga Australia yang menjadi wisatawan, selain bekerja dan bertugas di Indonesia,” kata Presiden.

Singapura-Korea Selatan

Dalam kesempatan sama, Presiden juga mengatakan telah memerintahkan Menteri Luar Negeri berbicara kepada Duta Besar Singapura dan Korea Selatan mengenai kabar keterlibatan kedua negara itu dalam upaya penyadapan kabel bawah laut.

Rapat di Kantor Presiden tersebut dihadiri, antara lain, Wakil Presiden Boediono, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, dan Wakil Menteri Luar Negeri Wardana. (Ato)