JAKARTA, KOMPAS.com — Selain hukuman pidana, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut hak Mario Cornelio Bernardo sebagai penasihat hukum dicabut. Jaksa menilai Mario terbukti bersalah menyuap staf Hakim Agung Andi Abu Ayub Saleh, Suprapto, melalui Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Djodi Supratman.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, yaitu hak menjadi penasihat hukum," kata Jaksa Pulung Rinandoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/11/2013).
Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 10 huruf b angka 1 KUHPidana jo Pasal 35 Ayat (1) angka 4 KUHPidana yang mengatur bahwa pidana yang dijatuhkan dapat ditambah dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu.
Seperti diketahui, Mario dituntut hukuman pidana 5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Mario dinilai terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam tuntutannya, tidak ada pertimbangan hal-hal yang meringankan untuk Mario. Adapun hal-hal yang memberatkan tuntutan ialah perbuatan Mario tidak mendukung pemberantasan korupsi. Selaku penegak hukum, Mario dinilai telah mencemarkan nama baik advokat. Selain itu, selama di persidangan, Mario dianggap berbelit memberi kererangan dan tidak mengakui perbuatannya.
"Terdakwa tidak merasa menyesal. Terdakwa yang mempunyai inisiatif menyediakan uang mengurus perkara dan menyerahkan memori kasasi kepada Djodi Supratman," lanjut Jaksa Pulung.
Jaksa memaparkan uang senilai Rp 150 juta tersebut diberikan Mario kepada Djodi untuk mengurus perkara Hutomo Wijaya Ongowarsito yang masuk di tingkat kasasi. Uang itu agar hakim memutus Hutomo dihukum penjara sesuai permintaan klien Mario, yaitu Koestanto Hariyadi Widjaja dan Sasan Widjaja. Sebab, pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hutomo dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Koestanto dan Sasan merupakan pihak yang melaporkan Hutomo dalam kasus penipuan.
Mario kemudian menyerahkan memori kasasi jaksa penuntut umum tertanggal 13 Desember 2012 pada Djodi di kantor hukum Hotma Sitompoel and Associates, Jakarta.
Sementara itu, Djodi menyampaikan permintaan Mario pada staf Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh, yaitu Suprapto. Sebab, diketahui kasasi Hutomo ditangani oleh Hakim Agung Gayus Lumbun, Andi Abu Ayyub Saleh, dan Zaharuddin Utama. Pada 2 Juli 2013, Djodi menyerahkan memori kasasi itu kepada Suprapto.
Suprapto juga menyanggupi permintaan Mario melalui Djodi. Kemudian Suprapto menyampaikannya pada hakim pembaca 2 atau P2, yaitu Ayyub. Namun, setelah itu, Suprapto meminta tambahan menjadi Rp 300 juta. Menurut Suprapto, permintaan itu berdasarkan persetujuan Ayyub.
Mario kemudian menyanggupi permintaan Suprapto. Dia kemudian menyiapkan uang Rp 50 juta untuk Djodi melalui Deden pada 8 Juli 2013 di Bank Artha Graha, Menteng, Jakarta Pusat. Selanjutnya, uang diserahkan secara bertahap Rp 50 juta dengan istilah 50 butir obat. Penyerahan kedua dan ketiga pada 24 dan 25 Juli 2013 dilakukan di Kantor Hukum Hotma Sitompoel and Associates.
Pada penyerahan ketiga, Mario dan Djodi tertangkap tangan oleh KPK. Atas tuntutan itu, Mario dan tim kuasa hukumnya akan mengajukan pembelaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.