Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Kali Klakson untuk Australia

Kompas.com - 19/11/2013, 18:30 WIB
Didit Putra Erlangga Rahardjo

Penulis


KOMPAS.com — Berita penyadapan yang diduga dilakukan oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap Indonesia sebetulnya marak terdengar sejak awal bulan November lalu. Semua bermula dari dokumen rahasia yang diungkapkan Edward Snowden, pria yang paling dicari Pemerintah Amerika Serikat karena membocorkan dokumen intelijen mereka kepada pers.

Namun, publik kembali terperangah dan marah sewaktu mendapati sebuah dokumen yang disebut berasal dari Pemerintah Australia dibuka oleh media luar negeri. Dokumen yang berasal dari tahun 2009 itu memetakan teknologi komunikasi 3G yang digunakan di Indonesia dan diduga termasuk menyadap pembicaraan beberapa pejabat negara, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ny Ani Yudhoyono, dan beberapa menteri. Informasi yang dipampang cukup detail, meliputi merek ponsel yang mereka pakai, yaitu Nokia dan BlackBerry.

Buntut pemberitaan tersebut memang serius. Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema dipanggil pulang untuk konsultasi. Langkah tersebut bermakna serius dalam hubungan bilateral dua negara tetangga ini.

Presiden Yudhoyono juga melontarkan kicauan melalui akun Twitter-nya, @SBYudhoyono. Dalam kicauannya itu, SBY meminta jawaban dari Pemerintah Australia dan bertekad untuk mengulas kembali beberapa kerja sama bilateral yang sudah dibuat.

Rangkaian tweet pertama dilakukan lepas tengah malam menggunakan bahasa Indonesia dan rangkaian berikutnya menggunakan bahasa Inggris pada pukul 09.00. Secara spesifik, SBY menyayangkan sikap Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang tidak menganggap penyadapan itu sebagai hal serius dalam hubungan bilateral, tetapi sebagai pengumpulan informasi semata.

Tindakan AS & Australia sangat mencederai kemitraan strategis dgn Indonesia, sesama negara demokrasi,” ujar SBY melalui akun Twitter-nya.

Reaksi lain juga bermunculan di linimasa media sosial, meminta Pemerintah Indonesia tegas terhadap penyadapan ini. Akun @rianarizka77, misalnya, berkicau, ”Kecewa dengan penyadapan yang dilakukan intelijen Australia dan Amerika Serikat (AS) terhadap presiden dan para pejabat lainnya.” Pengamat politik Andrinof Chaniago melalui akun @andrinof_a_ch meminta pemerintah melancarkan protes keras agar tidak dilecehkan negara lain.

Reaksi lain juga muncul di masyarakat, yakni dengan gerakan membunyikan klakson mobil tiga kali setiap melintasi gedung Kedutaan Besar Australia.

Selain beredar melalui layanan percakapan BlackBerry Messenger (BBM), imbauan ini juga terus didengungkan melalui tagar #Klakson3x dan sudah menjangkau 1 juta pengguna Twitter. Setiap orang yang sudah membunyikan klakson hingga tiga kali diminta melapor menggunakan tagar tersebut meski tidak bisa dipastikan kebenarannya.

Setidaknya hal ini bisa menjadi isyarat jelas bagi Australia bahwa warga Indonesia marah dengan tindakan tetangga dekatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com