KOMPAS.com - Sekitar seminggu sebelum keberangkatan tugasnya ke Kalimantan Utara, Kapten Cpn Wahyu Ramdan banyak meninggalkan pesan kepada istri, anak, dan mertuanya. Wahyu bahkan sempat mengungkapkan ingin dimakamkan di taman makam pahlawan jika dia gugur dalam tugas karena sudah mendapatkan bintang tanda kehormatan. Namun, Melan meminta makam suaminya kelak tidak jauh dari dirinya dan anak-anak di Bandung, Jawa Barat.

”Waktu itu, dia sempat bicara juga sama anak saya mengenai risiko tugasnya bahwa dia bisa pergi untuk selamanya saat bertugas. Sebelum terbang, pukul 09.00, Wahyu juga sempat menelepon anak saya, bilang kalau mau terbang, minta didoakan,” kata Een Rohaeni (52), mertua Wahyu atau ibu dari Melan.

Kapten Wahyu merupakan salah satu korban tewas dari jatuhnya helikopter Mi-17 di Long Pujungan, Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu lalu.

Senin (11/11), Melan bersama ketiga anaknya, Agistiar Ramdan (6), Nafisa Safakila Ramdan (3 tahun 6 bulan), dan Nayla Khairana Ramdan (2), serta ayah dan ibunya mendatangi Pangkalan Udara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah. Mereka diminta datang untuk menerima santunan yang diberikan oleh PT Asuransi Sosial ABRI (Asabri) dan dari TNI Angkatan Darat.

Berlarian

Tiba di Lanud Ahmad Yani, Agis, Nafisa, dan Nayla berlarian ke sana kemari dan bermain- main. Een mengatakan, Agis sempat menonton di televisi dan mengetahui bahwa ayahnya meninggal dari siaran berita di televisi. ”Namun, Agis belum tahu meninggal itu apa. Dia kira ayahnya sakit dan tetap akan pulang,” tuturnya.

Sebelum kepergian Wahyu yang menjadi flight engineering ke Kalimantan Utara itu pula, Wahyu sempat menelepon Een dan meminta Een menjaga anak-anaknya. Dia diminta ke Semarang dari Bandung untuk menjaga anak-anaknya selama Wahyu yang dikenal sangat baik dan perhatian itu pergi bertugas.

Tidak hanya kepada Melan dan Een, Wahyu yang bertugas di Skuadron 31/Serbu Penerbad (Penerbangan Angkatan Darat) Semarang bahkan sempat berpesan kepada anak-anaknya untuk dapat meraih cita-citanya kelak ketika mereka dewasa. Ia meminta anak-anaknya memiliki pekerjaan yang tidak berisiko tinggi seperti ayahnya menjadi tentara.

Een mengatakan, saat mendapat kabar duka, Melan tengah berada di Lanud Ahmad Yani untuk menghadiri acara ulang tahun Penerbad. Teman-teman sesama istri anggota Penerbad pada awalnya berupaya menutupi kabar itu hingga akhirnya Melan diberi tahu dan syok.

Sejak Minggu (10/11) diadakan pengajian di asrama Penerbad untuk mendoakan para korban. Bendera setengah tiang dikibarkan dan karangan bunga ucapan turut berbelasungkawa berjajar di halaman Lanud Ahmad Yani.

TNI tanggung anak-anak

Senin siang, hadir pula keluarga Letnan Satu (Cpn) Agung Budi Harjo, Letnan Satu Cpn Rohmad, dan Sersan Kepala Aan Prayitno yang juga tewas dalam kecelakaan itu. Dalam jatuhnya kecelakaan itu, korban tewas mencapai 14 orang. Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam kesempatan tersebut menyerahkan asuransi dari PT Asabri dan santunan dari TNI AD.

Setiap anggota TNI yang gugur dalam tugas mendapat asuransi sebesar Rp 100 juta. Sementara santunan dari TNI AD berjumlah dua kali lipat dari jumlah tersebut. Khusus untuk korban yang telah memiliki anak, mereka akan ditanggung biaya pendidikannya hingga kuliah oleh TNI AD.

Budiman menyatakan berduka sedalam-dalamnya untuk para anggota TNI dan warga sipil yang tewas dalam kecelakaan jatuhnya helikopter Mi-17. ”Kami berkomitmen untuk memperhatikan keluarga yang ditinggalkan,” ujarnya.