Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Akui Kekurangan Penyidik Kasus Korupsi

Kompas.com - 12/11/2013, 14:06 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mengakui jika ada sejumlah kendala yang dihadapi Polri dalam menuntaskan kasus tindak pidana korupsi secara cepat. Ada pun kendala yang dihadapi Polri bukan dari segi minimnya anggaran atau lemahnya teknologi yang ada, namun belum idealnya jumlah penyidik yang ada untuk menangani kasus korupsi.

"Jumlah penyidik di Mabes Polri 103, polda sekitar 500-an," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Pol Idham Aziz, saat ditemui di sela-sela kegiatan 'Pelatihan Kemampuan Teknis Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 2013' di Gedung Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jakarta, Selasa (12/11/2013).

Guna memenuhi kebutuhan penyidik, Idham mengatakan, Bareskrim telah membicarakan hal ini kepada Kapolri Jenderal Pol Sutarman. Sutarman pun menyetujui rencana penambahan penambahan penyidik tipikor agar memenuhi kebutuhan ideal. Namun, ketika ditanya berapa jumlah penyidik ideal yang diperlukan, Idham enggan membeberkannnya.

"Mungkin tahun 2014 akan ditambah lagi. (Jumlahnya) nanti koordinasi lagi dengan kapolri," katanya.

Sementara itu, Idham menampik, jika selama ini penyebab lambannya penanganan kasus korupsi di tubuh Polri lantaran adanya intervensi dari luar. Ia pun meyakinkan, bahwa Polri selalu bertindak independen dalam menangani kasus korupsi.

"Saya meyakinkan, saya tidak pernah diintervensi. Kalau anggaran cukup, cukup," imbuhnya.

Seperti diberitakan, ada sejumlah kasus korupsi besar yang ditangani Polri, di antaranya kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan tahun 2005 dengan tersangka mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Maret 2012 lalu, hingga saat ini tak ada upaya penahanan yang dilakukan terhadap Siti. Kasus ini pun tak kunjung masuk ke ranah persidangan. Baik penyidik Dittipikor Bareskrim Polri maupun Kejagung berdalih masih sibuk melengkapi berkas perkara (P19) tersebut.

Kejagung beralasan, masih ada bukti materil yang belum cukup sehingga harus dipenuhi Polri. Sutarman yang saat itu masih menjabat sebagai Kabareskrim berjanji tak akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Siti dituduh turut serta dalam kasus itu karena menyalahgunakan wewenangnya dalam metode penunjukan langsung perusahaan rekanan untuk proyek pengadaan alat kesehatan buffer stock untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2005 di Depkes senilai lebih dari Rp 15 miliar. Kerugian negara akibat kasus ini diduga mencapai Rp 6.148.638.000. Penyidik mengenakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 56 KUHP terhadap Siti Fadillah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com