Hal tersebut berdasarkan hasil survei SETARA Institute yang dirilis di Jakarta, Senin (11/11/2013). Dalam hasil surveinya, sebanyak 61,5 responden menilai sistem rekrutmen hakim konstitusi tidak tepat. Hanya 38,5 responden yang menilai sistem rekrutmen itu sudah tepat dan sesuai ketentuan.
"Dampaknya, yang selama ini tak pernah diduga menjadi terbukti. Saat Akil Mocthar ditangkap, kepatuhan Akil bukan sebagai hakim konstitusi, tetapi kepatuhan kepada pihak lain," kata Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos saat merilis hasil surveinya.
Bonar menambahkan, kecemasan para responden bukan hanya terbatas pada latar belakang para hakim yang berasal dari kalangan politisi. Lebih dari itu, mereka khawatir para hakim menyalahgunakan kewenangannya untuk mengabdi pada institusi yang mencalonkan.
"Sehingga pola rekrutmen hakim konstitusi ini harus direvisi, sehingga kejadian seperti yang menimpa Akil tidak terulang," pungkas dia.
Metode survei ini menggunakan analisis kuantitatif yang dilakukan terhadap 200 responden yang merupakah ahli hukum tata negara. Sebesar 60,5 persen dari responden tersebut pernah berperkara di MK baik sebagai pemohon, ahli maupun pihak terkait.
Ketua SETARA Institute Hendardi mengungkapkan, survei ini dilakukan untuk mengukur 10 tahun kinerja MK, dan tidak berhubungan langsung dengan penangkapan Akil Mochtar oleh KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.