Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinanti, Teladan Elite Politik

Kompas.com - 10/11/2013, 08:46 WIB
Stefanus Osa Triyatna,
Iwan Santosa,
Ilham Khoiri

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com
—  Elite politik di Indonesia sekarang, terutama para pemimpin di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dituntut memberi teladan semangat kepahlawanan. Kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan. Jika perlu, dengan mengorbankan kepentingan pribadi, keluarga, ataupun partai.

”Mulai dengan pengorbanan di pihak mereka dan menyadarinya sebagai bagian untuk membentuk kehidupan bersama yang lebih baik. Mulai dari yang sederhana, seperti tolak pensiun untuk anggota DPR, stop perlombaan mobil mewah di kalangan pejabat, kurangi anggaran yang tidak perlu atau pemborosan. Kalau sukses, baru maju ke soal-soal yang lebih rumit,” kata sejarawan Hilmar Farid di Jakarta, Sabtu (9/11).

Indonesia kembali memperingati Hari Pahlawan, 10 November. Selain negara memberi gelar pahlawan nasional kepada beberapa tokoh, banyak kelompok masyarakat menggelar peringatan, seperti diskusi atau upacara. Upaya itu dilakukan untuk kembali merenungkan makna kepahlawanan dan menerapkan semangat pengorbanan untuk bangsa dalam situasi sekarang.

Menurut Hilmar, kepahlawanan menuntut pengorbanan diri. Dalam proses mendirikan dan mempertahankan negara, hal itu tampak. Pada zaman sekarang, semangat kepahlawanan bisa diwujudkan dalam bentuk kerelaan berkorban untuk kepentingan bersama.

Namun, kepahlawanan pemimpin perjuangan kemerdekaan tidak mungkin dibandingkan dengan para pembesar hari ini. Para pejuang mengorbankan banyak hal untuk negara, sementara elite politik saat ini justru merusak apa yang susah payah diperjuangkan untuk kepentingan sendiri. Negara menjadi sumber akumulasi kekayaan yang paling utama bagi para pemimpin dan elite politik. Karena itulah, korupsi dan nepotisme marak.

Pahlawan rakyat

Secara terpisah, Sinta Nuriyah Wahid, istri almarhum Presiden KH Abdurrahman Wahid, mengungkapkan, ada orang-orang yang melakukan tindakan kepahlawanan dalam skala masing-masing, tetapi tidak tersiarkan kepada publik. Ada seorang tukang becak yang menyisihkan sedikit uang untuk membeli bibit pohon dan menanamnya di Banjarmasin (Kalimantan Selatan) atau perempuan pengusaha kecil yang mempertahankan usaha kerajinan agar tetap bisa mempekerjakan orang-orang cacat di Surabaya (Jawa Timur).

”Kita jangan terpaku pada konsep besar tentang kepahlawanan, melainkan kembali pada sisi-sisi kemanusiaan dengan mengorbankan diri demi kepentingan masyarakat, tanpa pamrih. Setiap orang sebenarnya bisa menumbuhkan sikap kepahlawanan. Para pemimpin semestinya memberikan contoh bersikap seperti itu,” katanya.

Bagi peneliti sejarah JJ Rizal, para pahlawan masa lalu rela berkorban karena memiliki komitmen moral untuk memperjuangkan kemerdekaan. Mereka mengembangkan nilai dan hasrat membangun negara dengan dasar kemanusiaan yang modern, maju, dan progresif. Demi meraih kemaslahatan bersama, mereka mau melewati kepentingan nafsu-nafsu, berani menunda datangnya imbalan dari jerih payah, menempuh jalan panjang penuh kesulitan, hidup dari penjara ke penjara, pembuangan, bahkan kematian.

Ketika diperkenalkan Soekarno pada 10 November 1949, gelar pahlawan merupakan sumber nilai keteladanan. Gelar itu bukan semata untuk elite, melainkan juga rakyat biasa, seperti ditegaskan Soekarno melalui Patung Pahlawan yang sohor kemudian disebut Patung Pak Tani. Namun, setelah tahun 1965, pemilihan pahlawan oleh negara lebih merupakan urusan politik ketimbang sejarah. Para pendiri bangsa dikedepankan sebagai tokoh keramat dan dikekang untuk diuji pemikirannya.

”Terjadilah irasionalitas pahlawan sekaligus juga jadi pahlawan sebagai komoditas. Tiap tahun ratusan nama diusulkan, tetapi sering nama yang mendapat gelar pahlawan bikin kaget dan sakit hati. Pahlawan jadi terasa klise dan hambar, tinggal terasa urusan kedinasan belaka, seseorang yang diberi surat dengan nomor dan dimakamkan di taman khusus yang justru terpisah dari rakyat yang menjadi sentral perjuangannya,” katanya.

Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Benny Susetyo mengungkapkan, gelar kepahlawanan kini sekadar politik
pencitraan. Rakyat sesungguhnya merindukan pribadi pahlawan yang tidak sekadar berupa mitos, tetapi lebih memberikan dampak yang menggerakkan rakyat dalam berjuang sepenuh hati demi negara.

Benny mengatakan, nilai kepahlawanan perlu diaktualisasikan di tengah bangsa yang kini kehilangan orientasi. Semua kehidupan berbangsa saat ini telah direduksi kepentingan material belaka, maka bangsa kehilangan arah dan tujuan hidup, terlebih perilaku politisi kini semakin tidak mampu memberi harapan ke depan.

Sarwo Edhie

Kemarin malam, Pemerintah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengatasnamakan masyarakat, akan mengusulkan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo sebagai pahlawan nasional kepada pemerintah. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, putra ke-5 Sarwo Edhie, mengatakan, usulan sudah dimasukkan ke pemerintah pusat. Usulan tersebut akan ditetapkan tahun 2014. ”Yang jelas, usulan itu bukan berasal dari lingkungan keluarga Sarwo Edhie. Itu murni dari desakan masyarakat,” ujar Edhie.

Buce Serpara (78), veteran Operasi Mandala, Trikora, yang bergerilya di Waigeo-Sorong tahun 1960-an, meminta persoalan korupsi disikapi serius. Dia menegaskan, perilaku egois dan korupsi yang makin merajalela membuat rasa ketidakadilan menguat. ”Di daerah akhirnya meniru yang terjadi di pusat,” ujarnya. (IAM/OSA/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com