Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Fathanah, 2 Hakim Beda Pendapat

Kompas.com - 04/11/2013, 21:01 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Vonis terdakwa kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang Ahmad Fathanah diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat oleh dua dari lima hakim anggota. Hakim anggota Djoko Subagyo dan I Made Hendra menilai Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang menuntut tindak pidana pencucian uang terdakwa.

"Hakim sepakat dengan tindak pidana korupsinya. Hanya berbeda pendapat terkait tindak pidana pencucian uang," ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/11/2013) malam.

Hakim Made Hendra menjelaskan, hal ini mengacu pada KUHAP bahwa jaksa KPK tidak berwenang dalam menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK dapat menyerahkan hasil penyidikan pencucian uang kepada Jaksa pada Kejaksaan Agung.

"Penuntutan TPPU hanya disebut jaksa tidak ada KPK. Jadi hanya jaksalah yang berhak menuntut TPPU. Penuntut umum ada di bawah Kejaksaan Agung dan tidak di bawah KPK," ujar Made Hendra.

Meski terjadi perbedaan pendapat, Fathanah tetap diputus Majelis Hakim terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, Fathanah tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan ketiga, Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Fathanah hanya terbukti membayarkan, mentransfer, membelanjakan, dan menukarkan mata uang dengan menggunakan dua rekeningnya dan uang tunai dengan seluruh transaksi mencapai Rp 38,709 miliar pada Januari 2011-2013.

Suami Sefti Sanustika ini divonis 14 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Selain tindak pidana pencucian uang, Fathanah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagamana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Fathanah dianggap terbukti menerima uang Rp 1,3 miliar bersama-sama mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Vonis Fathanah lebih rendah dari tuntutan Jaksa yaitu 17,5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara untuk tindak pidana. Sementara itu, dalam kasus tindak pidana pencucian uang, Fathanah didenda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 6 bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com