Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK: Koruptor Kakap Pasti Cuci Uang

Kompas.com - 28/10/2013, 15:32 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengatakan, ada kecenderungan setiap pelaku tindak pidana korupsi kelas kakap untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Modus cuci uang yang dilakukanya bisa berupa penempatan uang tunai ke dalam sistem perbankan (placement), atau mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam sistem perbankan (layering).

“Koruptor kakap itu pasti melakukan pencucian uang, itu sudah pasti, karena uangnya kan banyak, itu mau ditaruh di mana. Mereka itu koruptor, kejahatannya punya motif ekonomi, maka itu prosesnya melakukan placement, layering, karena motifnya ekonomi, maka koruptor ini harus dimiskinkan,” kata Agus di Jakarta, Senin (28/10/2013).

Menurut Agus, seorang tersangka kasus dugaan korupsi sudah bisa diduga melakukan tindak pidana pencucian uang jika diketahui mencoba mengalihkan atau menyamarkan kepemilikan hartanya. Misalnya, dengan mengatasnamakan orang rumah, mobil mewah, atau perusahaannya.

“Itu sudah salah satu ciri namanya proses layering,” ujar Agus.

Dia menambahkan, pelaku juga kerap menggunakan perusahaan yang dimilikinya sebagai sarana untuk cuci uang.

Dalam kasus dugaan korupsi kepengurusan sengketa pemilihan kepala daerah contohnya, PPATK sudah menduga kalau salah satu tersangka kasus itu, yakni Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif, Akil Mochtar melakukan pencucian uang. PPATK telah melaporkan transaksi mencurigakan Akil kepada KPK sejak 2012.

Bahkan, PPATK telah mengantongi transaksi Akil sejak 2010. Kini, KPK pun menetapkan Akil sebagai tersangka pencucian uang terkait dugaan korupsi yang dilakukan mantan hakim konstitusi itu.

“Nah kalau sudah dilaporkan PPATK dalam bentuk laporan hasil analisis, artinya PPATK sudah menduga kuat bahwa yang bersangkutan itu melakukan pencucian uang dengan tindak pidana asal hasil dari korupsi,” kata Agus.

Menurutnya, nilai transaksi mencurigakan Akil yang terdeteksi PPATK sejak 2010, mencapai Rp 100 miliar.

“Nah tentu setelah itu kita serahkan ke KPK nanti KPK akan mempelajari itu, dan kami selalu berkoordinasi sangat baik dengan KPK,” ucapnya.

Harus dimiskinkan

Agus juga menilai kalau pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan pencucian uang harus dimiskinkan. Caranya, dengan tuntutan komulatif antara tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya dan tindak pidana pencucian uang.

“Karena di Undang-Undang TPPU Pasal 77-78 ini bisa pembuktian terbalik di proses persidangan, dan ini sudah dilakukan beberapa kali. Jaksa KPK itu sudah berhasil, kejaksaan juga sudah berhasil melaksanakan proses pembuktian terbalik,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya, harta si pelaku bisa dirampas negara jika dia tidak bisa membuktikan kalau hartanya itu berasal dari sumber yang sah.

“Jadi bukan hanya untuk dihukum berat, tapi hartanya dirampas untuk negara,” ucap Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com