"Catatan JPPR atas proses pemutakhiran daftar pemilih sampai menjelang ditetapkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu gagal melakukan pengawasan dalam semangat pencegahan," kata Afifuddin dalam diskusi di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
Ia mengatakan hal itu terkait lambannya langkah Bawaslu dalam menyampaikan temuannya terkait DPT bermasalah. "Temuan yang disampaikan Bawaslu dari 1,7 juta DPT bermasalah menjadi 7,7 juta kenapa baru ditemukan di saat terakhir proses pemutakhiran daftar pemilih," lanjut Afif.
Dikatakannya, keterlambatan temuan Bawaslu itu mengakibatkan KPU kesulitan mengecek kembali data yang dianggap bermasalah dan kemudian memperbaikinya. Padahal, katanya, Bawaslu memiliki semangat pencegahan.
Menurutnya, Bawalsu gagal mengidentifikasi masalah-masalah utama, mendiagnosisnya kemudian menyampaikannya ke KPU. Ia mempertanyakan, dari 497 panitia pengawas pemilu (panwaslu) kabupaten/kota, hanya 68 panwaslu saja yang menyampaikan temuan kejanggalan DPT.
Sebelumnya, Bawaslu melansir menemukan 7,7 juta data pemilih bermasalah dari data yang sudah ditetapkan KPU kabupaten/kota dalam DPT. Anggota Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, data bermasalah itu kebanyakan menyangkut orang yang sudah meninggal namun masih terdaftar sebagai pemilih.
Anggota Polri dan TNI aktif pun terdaftar. Ada pula pemilih di bawah umur dan nomor induk kependudukan (NIK) kosong. Bawaslu saat melakukan pengawasan pada September ada sekitar 1,7 juta pemilih bermasalah. Pengawasan ini kemudian dilakukan dan sampai 10 Oktober 2013, jumlahnya meningkat menjadi 7,7 juta pemilih yang bermasalah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.