Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati Mengancam 265 TKI, ke Mana Pemerintah?

Kompas.com - 16/10/2013, 12:18 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kasus Wilfrida Soik (22), tenaga kerja Indonesia asal Belu, Nusa Tenggara Timur, yang terancam hukuman mati di Malaysia, ibarat fenomena "gunung es". Di balik itu, masih ada sekitar 264 TKI lain yang terancam hukuman mati. Namun, pemerintah belum menyiapkan langkah antisipasi akibat lemahnya pembenahan.

Data Migrant Care menyebutkan, ke-265 TKI itu hingga Oktober masih menjalani proses hukum di sejumlah pengadilan di luar negeri dengan dakwaan hukuman mati. Sebanyak 213 TKI di antaranya di Malaysia, 33 orang di Arab Saudi, 18 TKI di China, dan 1 orang lagi di Iran. Mereka didakwa membunuh, mengedarkan narkoba, dan melakukan tindak kriminal lainnya, termasuk tuduhan sihir.

"Meskipun tercatat 70 TKI baru divonis mati di tingkat pengadilan rendah, 17 orang sudah memiliki kekuatan hukum pasti sehingga sewaktu-waktu mereka akan menjalani hukuman pancung, gantung, atau ditembak mati. Adapun 62 TKI lain dinyatakan bebas dari hukuman mati," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Minggu (13/10).

Koordinator Crisis Centre Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Henry Prajitno mengatakan, data lebih pasti soal jumlah TKI yang terancam hukuman mati ada di Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri. "Ini karena data itu berasal dari pelaporan yang masuk ke perwakilan di tiap negara penempatan," katanya.

Perwakilan yang dimaksud ialah Kedutaan Besar RI, Konsulat Jenderal RI, yang menangani fungsi ketenagakerjaan, atau Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia. "Kami bersifat memberi dukungan. Misalnya, data yang menguatkan, TKI ternyata di bawah umur sehingga agar diupayakan pembelaan atau hukuman TKI diringankan," ujarnya.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budi Razak tak menyebut data TKI yang terancam hukuman mati. Namun, ia keberatan dengan kebijakan Malaysia memberlakukan journey performed visa sehingga digunakan pihak di Malaysia dan Indonesia merekrut TKI untuk bekerja, di antaranya oleh calo, seperti terhadap Wilfrida. "Kita sangat keberatan sehingga journey performed visa sudah dicabut sejak 1 Oktober lalu," ujarnya.

Informasi keluarga

Salah satunya, Satinah (41), TKI asal Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah, yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Ia dituduh membunuh istri majikannya dan mencuri 37.970 riyal (setara Rp 17,5 miliar) milik majikan pada 2008. Kini, Satinah mendapat maaf dari Pemerintah Arab Saudi, tetapi belum disepakati diyat atau uang tebusan yang disepakati bersama keluarga majikan yang harus dibayar Satinah.

Meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Rp 12 miliar sebagai diyat, hingga kini Satinah belum bebas dari hukuman mati. Itu karena jumlah uang belum sesuai dengan keinginan keluarga majikan. Pemerintah mencoba menegosiasikan jumlah tersebut. Adapun keluarga Satinah tak mampu menambah. "Pemerintah tak bisa menambah lagi uang. Jadi, sampai sekarang belum jelas," ujar kakak ipar Satinah, yang diajak pemerintah menemui Satinah sebelum Lebaran lalu.

Kasus serupa mengancam Tuti Tursilawati (29), TKI asal Majalengka, Jawa Barat, yang kini masih dalam proses pengadilan di Arab Saudi dengan ancaman hukuman mati. Ia didakwa membunuh majikannya di Kota Saif, Arab Saudi, Mei 2010. "Kami berharap Tuti segera dibebaskan. Pemerintah harus bekerja membebaskan Tuti," kata Siti Sarniti (44), ibunda Tuti.

Terkait dengan kasus Wilfrida, dosen Universitas Katolik Widya Mandiri, Kupang, NTT, Urbanus Ola Hurek menegaskan, tindakan Wilfrida mendorong majikannya hingga tewas adalah upaya membela diri karena selama itu, Wilfrida disiksa orangtua majikan. "Tak layak jika Wilfrida dihukum mati. Apalagi, dia masih belum cukup umur saat memukul," ujarnya.

Tak perlu debat

Anis menyatakan, saat ini sebaiknya tidak mendebatkan jumlah buruh migran yang terancam hukuman mati. Jika mendebatkan, ini menunjukkan cara pandang yang tak menghargai HAM yang dimiliki tiap orang. Di sisi lain, tidak ada kepastian jumlah TKI yang terancam hukuman mati. Namun, data itu penting agar pemerintah dapat mengupayakan bantuan yang maksimal.

Bahkan, menurut Anis, buruh migran yang berangkat ke luar negeri hingga hari ini berpotensi menghadapi masalah hukum, termasuk hukuman mati. Celakanya, upaya mencegah hukuman mati tidak banyak dilakukan pemerintah.

”Inilah yang membuat hukuman mati masih membayangi nasib TKI di luar negeri. Selain perbaikan pengiriman, harusnya ada penyadaran optimal bagi para TKI agar benar-benar siap sebelum berangkat, seperti soal kesadaran hukum, situasi kerja di negara penempatan, termasuk menghadapi masalah hukum. Juga pengetahuan, di beberapa negara masih berlaku hukuman mati sehingga mereka tahu tindakan yang harus dihindari,” tutur Anis.

Menurut dia, selama ini, pemerintah kurang peduli dengan para pekerja migran yang memikul tanggung jawab hukum di negeri orang meskipun sering dijuluki "Pahlawan Devisa".

"Sejumlah TKI terpaksa harus menjalani hukuman mati di tengah sunyinya perhatian pemerintah dan pemberitaan media. Mereka baru diangkat ke publik setelah tinggal nyawa, seperti Ruwiyati," lanjut Anis. Dia juga mempertanyakan efektivitas lembaga pemerintah, seperti satgas perlindungan TKI yang dibentuk tahun 2011 khusus menangani TKI hukuman mati.(REK/UTI/SIR/KOR/CAS/LOK/RWN/GRE/WIE/EKI/RUL/ WER/RAZ/NIK/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com