JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak tidak menerima penyidik dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelibatan TNI sebagai penegak hukum dinilai menyalahi amanat reformasi.
"Amanat reformasi memerintahkan TNI untuk profesional dengan kembali ke barak dan fokus kepada tugas pertahanan," kata anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari, di Jakarta, Senin (13/10/2013).
Eva mengatakan, reformasi keamanan masih mengalami kendala serius dengan penolakan TNI melakukan revisi UU Peradilan Militer. Namun, TNI malah dilibatkan dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, kata dia, KPK tidak pernah memproses kasus korupsi di TNI.
"Rencana KPK merekrut TNI sebagai penyidik mengganggu dua agenda reformasi sekaligus, yaitu penghapusan Dwifungsi ABRI dan pemberantasan korupsi. Saya mengimbau KPK tidak panik menghadapi mafia-mafia eksekutif sehingga harus melibatkan TNI yang risikonya justru membahayakan demokrasi," kata Eva.
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, memasuki tahun politik, sepatutnya semua pihak tidak menyeret TNI ke ranah di luar tupoksinya. Belum tuntas kontroversi kerja sama Lembaga Sandi Negara dengan KPU, kata dia, kemudian kembali muncul rencana pelibatan tentara di KPK.
"Manuver-manuver menyeret TNI ke dalam politik akan membawa demokrasi mundur sebagaimana masa Orde Baru di mana TNI digunakan sebagai alat kekuasaan oleh rezim penguasa," ujar Eva.
Sebelumnya, pihak KPK menyebut tengah menyeleksi pegawai KPK dari unsur TNI. Disebutkan, ada 30 pelamar dari TNI setelah mendapat izin dari Panglima TNI. Peserta seleksi dari kalangan TNI baru kali ini terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.