JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, banyak tawaran suap bagi hakim konstitusi untuk memenangkan pihak tertentu dalam perkara di MK.
"Selalu ada tawaran-tawaran itu (suap). Ada yang menawari segala macam. Yang mengancam juga ada," ujar Jimly saat ditemui di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2013).
Jimly juga mengaku kerap mendapatkan tawaran suap untuk mengurus suatu perkara dari teman atau kerabat dekatnya. Namun, ia mengaku menolak tawaran tersebut. Jimly memperkirakan, tawaran suap yang diterima hakim konstitusi pada masa kepemimpinannya, yaitu pada 2003 hingga 2008, belum sebanyak saat ini.
Pasalnya, ujar dia, saat itu, MK belum menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara, katanya, perkara yang banyak diiming-imingi uang adalah sengketa hasil pilkada. "Kami waktu itu masih baru dan yang paling penting sekali belum mengurusi pilkada," ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.
Hanya, Jimly tidak menyebutkan berapa jumlah uang yang ditawarkan. Pasalnya, belum sempat terjadi tawar-menawar antara dia dan pihak tersebut. Ketua DKPP itu mengatakan, seharusnya, sebagai penegak hukum, seorang hakim konstitusi menolak tawaran itu dengan menganggapnya sebagai tawaran setan.
"Kita anggap saja itu setan. Kalau ada yang menganggap hakim konstitusi itu setengah dewa, itu benar, setengahnya setan," tukasnya.
Operasi tangkap tangan di kediaman dinas KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar bersama anggota DPR asal Fraksi Golkar, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam.
Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.
Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana.
Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang kali pertama. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil. KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin (30/9/2013). Namun, rupanya pemberian uang itu bergeser waktunya menjadi Rabu malam.
Kini, KPK menetapkan Akil dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap Pilkada Gunung Mas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.