Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BK DPR: Imam Anshori Mengecewakan

Kompas.com - 25/09/2013, 16:34 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Kehormatan (BK) DPR kecewa dengan Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh. Pasalnya, Imam tak bersedia membeberkan identitas anggota Komisi III DPR yang mencoba memberikan suap dalam seleksi calon hakim agung 2012.

Ketua BK DPR Trimedya Panjaitan menyampaikan, Imam menolak membeberkan oknum anggota Komisi III DPR lantaran ia tak memiliki bukti yang cukup. Dari keterangannya, kata Trimedya, Imam hanya mengatakan ada lima fraksi yang mencoba memberikan suap kepada Komisi Yudisial (KY) terkait seleksi calon hakim agung.

"Pertemuan 50 menit mengecewakan kami semua yang hadir. Kita bermaksud membongkar, tapi enggak seperti yang kami harapkan, kami kecewa," kata Trimedya seusai memimpin pertemuan antara Imam dan BK DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Tak hanya itu, kata Trimedya, BK DPR semakin kecewa karena pemanggilan Imam dilakukan secara khusus. Bila biasanya BK melakukan pemanggilan setelah ada aduan dari masyarakat, maka khusus untuk masalah ini, BK memanggil Imam meski tanpa adanya aduan dari masyarakat.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menyampaikan, tak banyak informasi baru yang disampaikan oleh Imam. Semua informasi dari Imam telah beredar di media massa kecuali tentang undangan dari anggota Komisi III yang mengajak Imam bertemu di sebuah restoran di Plaza Senayan, Jakarta.

Bahkan, Trimedya mengaku sempat menawarkan Imam untuk membeberkan identitas anggota DPR yang mencoba melakukan suap hanya kepada BK DPR. Namun, Imam menolaknya. Padahal, Trimedya berjanji meminta semua staf dan tenaga ahli BK yang hadir dalam pertemuan untuk meninggalkan ruangan agar kerahasiaan informasi terjaga.

"Imam men-judge kami komoditas politik, dia enggak punya bukti dan takut dituntut balik. Kita jamin hanya tujuh pimpinan BK yang tahu dan bertanggung jawab, tapi Imam tetap menolak," tandasnya.

Sebelumnya, Imam berjanji akan menyampaikan semua informasi kepada BK DPR. "Saya siap blak-blakan," kata Imam.

Percobaan suap

Sebelumnya, Imam mengaku ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung. Imam mengaku kerap mendapat telepon dari para anggota Dewan dari beberapa fraksi yang meminta calon tertentu diloloskan dalam seleksi awal calon hakim agung di KY. Anggota Dewan bahkan sempat menjanjikan imbalan sebesar Rp 1,4 miliar jika calon tersebut lolos. Namun, Imam menolak tawaran itu.

Dalam sebuah rapat pleno KY pada tahun 2012 untuk menentukan calon hakim agung yang lolos ke seleksi lanjutan, dia membuka adanya praktik suap itu. Akhirnya, semua komisioner KY sepakat bahwa calon yang dititipkan itu dinyatakan tidak lolos. Namun, keputusan tersebut menimbulkan protes di DPR.

"Memang sempat marah-marah orang DPR walau tentu saja tidak marah ke saya. KY dikatakan tidak mampu. Lalu, DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan," ucap Imam.

Pada tahun 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi. Saat itu, KY yang seharusnya mengirimkan 18 calon hakim agung hanya mengirimkan 12 calon. Belakangan diketahui bahwa oknum DPR itu berasal dari Fraksi Partai Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com