Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/09/2013, 10:17 WIB

Oleh: Mohammad Fajrul Falaakh

KOMPAS.com - Panitia seleksi bakal calon presiden dari Partai Demokrat menetapkan 11 nama (Kompas, 30/8/2013). Sejumlah nama menolak ikut seleksi, seperti Jusuf Kalla dan Mahfud MD.

Tahap berikutnya adalah konvensi dalam desain yang tak menentu, meski peran kunci Susilo Bambang Yudhoyono (Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum Partai Demokrat) akan digantikan oleh survei elektabilitas bakal capres. Ketakmenentuan disebabkan faktor rekayasa pengecilan jumlah calon dalam pemilihan presiden (pilpres) setelah 2004 dan monopoli partai politik dalam mengusulkan capres/cawapres.

Tulisan ini membahas implikasi seleksi bakal capres Partai Demokrat terhadap proses pemilihan umum anggota legislatif dan pilpres tahun 2014.

Kucing berkarung

Partai Demokrat berhasil jadi kendaraan terpilihnya SBY sebagai presiden untuk dua kali, tetapi kesulitan menetapkan kader capres. Ketua umum Partai Demokrat pasca-Kongres Bandung (Mei 2010) tak ditetapkan sebagai bakal capres, diganti dengan aturan internal partai (AD/ART) yang memberi kekuasaan kepada SBY untuk menentukan capres.

Ketakpastian capres Partai Demokrat menguat setelah beberapa kader utamanya tersingkir oleh dugaan korupsi. Survei bahkan menunjukkan turunnya elektabilitas Partai Demokrat serta muncul atau menguatnya para capres potensial di luar Partai Demokrat. Setelah merangkap ketua umum (Maret 2013), SBY semakin di depan dalam proses penentuan capres. Akhirnya panitia seleksi capres jadi pilihan, meski terkesan mendadak dan dengan aturan atau prosedur yang berubah-ubah.

Profil 11 bakal capres Partai Demokrat dapat disimak dari beberapa sudut pandang. Mereka berasal dari preferensi SBY serta hasil insinuasi dan atau undangan panitia seleksi. Mereka bukan hanya kader partai karena mencakup adik ipar, mantan Panglima TNI, serta menteri atau pejabat tinggi dalam pemerintahannya. Meski beragam latar etniknya, semuanya ”orang Jakarta”. Bakal capres itu disengaja dari lintas generasi dan profesi untuk memastikan perbedaan kemampuan.

Jumlah kader Partai Demokrat sangat terbatas, meneguhkan bahwa kaderisasi partai setelah mengikuti dua kali pemilu dan pilpres tak terjadi secara baik. Selain itu, konvensi Partai Demokrat bagaikan seleksi ”kucing berkarung partai”. Kucing yang dikarungi sudah diketahui. Kucing yang akan keluar dari karung itu masih akan ditentukan oleh beragam faktor yang diuraikan di bawah.

Profil bakal capres Partai Demokrat juga relatif memantulkan kemajemukan Indonesia. Tetapi karena korelasi sistem pemilu dan sistem pilpres bukanlah pantulan linier UUD 1945, sedangkan sistem pilpres tak sepenuhnya berkesesuaian dengan prinsip pemerintahan presidensial, kemajemukan itu lebih bermakna sebaran pendulang suara guna mendongkrak elektabilitas partai. Penilaian ini didukung oleh sejumlah faktor.

Pertama, konvensi tidak hanya dilakukan bagi internal partai. Konon publik ikut memilih, padahal hanya akan dijajaki pendapatnya oleh tiga lembaga survei yang diaudit dan dibiayai dua kali oleh Partai Demokrat. Kedua, nasib bakal capres ditentukan berdasarkan dua kali survei. Karena tidak hanya melibatkan pihak internal partai, maka sebutan konvensi dan komite konvensi justru mengecoh.

Ketiga, pelibatan pihak eksternal dan kampanye bakal capres mengundang masalah. Para petinggi Partai Demokrat mempersilakan mereka mendanai atau menggalang dana sendiri. Siapa penyandang dana atau bandar-bandar capres itu? Praktis kampanye pemilu dan pilpres 2014 dimulai. Siapkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengawasi kampanye itu sebelum pemilu legislatif 2014?

Ketakpastian

Hasil seleksi capres tidak hanya dipengaruhi elektabilitas atau popularitas bakal capres. Dua faktor lain akan ikut menentukan, yaitu ambang batas 20 persen kursi DPR (atau 25 persen suara pemilu) untuk menominasikan pasangan capres/cawapres dan rintangan konstitusi.

Penentuan capres berkorelasi dengan faktor keterpenuhan syarat partai untuk menominasikan capres. Jawaban belum pasti karena hasil pemilu legislatif tahun 2014 yang akan menentukan ambang batas untuk menominasikan pasangan capres/cawapres. Hasil pemilu ini masih ditunggu sehingga mengakibatkan ketakpastian partai untuk menominasikan sendiri ataukah berkoalisi, serta ketakpastian menominasikan capres dan atau cawapres. Dengan demikian, rintangan konstitusi belum teratasi oleh seleksi bakal capres Partai Demokrat, juga oleh bakal capres dari partai lainnya.

Akan lain apabila pengusulan pasangan capres-cawapres sebelum pelaksanaan ”pemilihan umum” (Pasal 6A UUD 1945) dimaknai pemilu legislatif (general elections) dan bukan pilpres (presidential elections). Untuk ini UU Pilpres 2008 perlu diubah agar ambang batas pengusulan pasangan capres-cawapres didasarkan pada hasil pemilu sebelumnya, atau malah tanpa ambang batas.

Terlepas dari pro-kontra tentang waktu pengusulan pasangan capres-cawapres tersebut, kampanye bakal capres sebelum pemilu legislatif tak memerlukan ambang batas. Namun, tentu, kampanye luas yang akan digelar para bakal capres Partai Demokrat tidak akan didiamkan oleh bakal capres dari partai lain. Para bakal capres dan parpol beramai-ramai menyiasati rintangan ambang batas tersebut.

KPU sebaiknya mengucapkan selamat berkampanye kepada para capres semua parpol. KPU bisa berdebat dulu tentang perbedaan kampanye serentak dan pemilu serentak.

(Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com