"Mengapa saya lebih memilih diam, karena kebiasaan di negeri kita ini apa pun kalau muncul ide baru langsung didebat atau disalahkan. Sebaliknya, kalau saya mengatakan tidak perlu kita memikirkan pusat pemerintahan yang baru, tetap disalahkan juga," kata SBY dalam keterangan pers di Hotel Grand Emerald, St Petersburg, Rusia, Sabtu (7/9/2013), dikutip dari situs www.presidenri.go.id
SBY menilai, pemindahan ibu kota akan menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi Indonesia. Jika Indonesia memiliki kota pusat pemerintahan yang baru, SBY pun yakin kondisi Jakarta akan jauh lebih baik. Meski ibu kota pindah, kata dia, Jakarta tetap akan berfungsi sebagai pusat ekonomi dan perdagangan.
SBY mengaku memikirkan Jakarta untuk 10-30 ke depan, sebagai tugasnya dan tugas presiden-presiden penggantinya kelak. Namun, tegas SBY, untuk melakukan pemindahan itu, butuh pertumbuhan ekonomi yang kuat, merujuk pada pendapatan domestik bruto dan pendapatan per kapita masyarakat.
"Kalau memang tidak ada solusi yang baik untuk mengatasi permasalahan Jakarta, dan ada urgensi yang tidak bisa ditunda-tunda lagi, tidak keliru kalau kita memikirkan suatu tempat yang kita bangun menjadi pusat pemerintahan yang baru," jelasnya.
Dianggap SBY sebagai salah satu kisah sukses, Astana baru menjadi ibu kota Kazakhtan pada 1997. Kota ini berpopulasi 775.800 orang dengan luas wilayah 722 kilometer persegi. Saat ini, Astana menjadi kota terbesar kedua di negara yang terletak di Asia Tengah tersebut. Kota terbesar di Kazahtan adalah Almaty, yang juga adalah ibu kota sebelumnya. Alamaty mempunyai penduduk 1.477.564 orang, dengan luas wilayah 324,8 kilometer persegi.
Berkaca pada Malaysia, Turki, dan Australia
Terkait wacananya tersebut, SBY juga memberi contoh sukses negara-negara lain yang memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat ekonomi. Dia menyebutkan Turki, Australia, dan Malaysia. "Saya kira banyak contoh di dunia yang dipisahkan (pusat pemerintahan dan ekonomi), tentu ada plus dan minusnya," kata SBY.
Bila nanti Indonesia memutuskan membangun pusat pemerintahan baru, menurut SBY, harus dipastikan Jakarta akan menjadi kota yang lebih baik. "Pusat pemerintahan yang baru juga dapat berfungsi secara efektif," ungkapnya.
Putra Jaya merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan Malaysia sejak 1999, menggantikan peran Kuala Lumpur. Di sanalah kantor-kantor pemerintahan berdiri. Namun, gedung parlemen dan kediaman Sultan Malaysia tetap berada di Kuala Lumpur, yang juga berfungsi sebagai pusat ekonomi.
Sementara itu, di Turki, ibu kota negara terletak di Ankara. Kota ini bukan kota yang terbesar di sana. Kota paling besar, terkenal, dan menjadi pusat ekonomi di Turki adalah Istanbul.
Adapun di Australia, Canberra dipilih sebagai ibu kota pada 1908, sebagai kompromi dari rivalitas dua kota terbesar di negeri kanguru itu, Sydney dan Melbourne.
Ide lama Soekarno
Memindahkan ibu kota atau pusat pemerintahan dari Jakarta bukanlah ide baru. Jauh-jauh hari, Soekarno, proklamator dan Presiden pertama Indonesia, sudah pernah melontarkannya. Bahkan, Soekarno menyebutkan kota mana yang menurut dia paling tepat menggantikan Jakarta sebagai ibu kota.
Sejarawan Anhar Gonggong mengatakan, seandainya tidak ada peristiwa pemberontakan pada 30 September tahun 1965, saat ini pusat pemerintahan Indonesia sudah berada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dia mengatakan, melalui program pembangunan berencana semesta, Soekarno sudah merancang pemisahan antara pusat pemerintahan dan ekonomi. Rencana itu tak terlaksana karena rezim Soekarno tumbang seusai pemberontakan 1965.