Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA: Kasus Pembunuhan Udin "Bernas" Tak Kedaluwarsa, tetapi...

Kompas.com - 06/09/2013, 03:46 WIB
Ummi Hadyah Saleh

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada 2014, kasus pembunuhan wartawan harian Bernas Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin, telah berlalu 18 tahun. Pelakunya tak juga terungkap. Akankah kasus ini kedaluwarsa begitu saja?

"Kasus pembunuhan Udin tidak (akan) kedaluwarsa karena tersangka (pembunuhnya ) belum pernah diadili," tegas Ketua Kamar Pidana Umum Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar, dalam diskusi publik "Upaya Mengungkap Misteri Pembunuhan Udin Melalui Mekanisme Pengadilan", di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (5/9/2013).

"Nampaknya ada skenario untuk mengambinghitamkan. Tersangkanya saja belum pernah diperiksa, bagaimana bisa disebut kedaluwarsa?" kata Artidjo. Menurut dia, yang bakal kedaluwarsa pada 2014 dalam kasus ini adalah hak untuk menuntut seseorang ke pengadilan terkait perkara tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo mengatakan "istilah" kedaluwarsa tidak dikenal dalam kasus pelanggaran HAM berat. Kasus Udin, menurut dia, masuk kategori pelanggaran HAM berat itu. Pasal 53 UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menjadi rujukannya soal tak ada "kedaluwarsa" untuk kasus pelanggaran HAM berat.

Rencananya, kata Yosep, Dewan Pers akan melakukan audiensi dengan beberapa instansi yang terkait penanganan kasus pembunuhan Udin. "Kami (akan) melakukan audiensi ke Mabes Cilangkap, Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III, dan barangkali ke Ombusdsman. Ini penting, karena banyak agenda yang akan kami bahas di sana," ujar dia.

Melawan lupa, kejanggalan kasus Udin

Dalam diskusi tersebut Yosep kembali memaparkan beragam kejanggalan sejak awal penanganan kasus Udin. Misalnya, sebut dia, tempat kejadian perkara yang sangat telat diberi garis polisi. Saat itu, siapa pun bisa keluar masuk ke lokasi dengan bebas. "Seperti pasar malam. Garis polisi baru dipasang di hari ke-13, dan hanya dipasang satu hari. Bukti hilang," kecam dia.

Selain itu, lanjut Yosep, Dwi Sumaji alias Iwik diminta mengaku sebagai pelaku pembunuhan, meskipun pada akhirnya dia mencabut seluruh pengakuan. Pencabutan pengakuan dilakukan setelah Iwik menyadari dia telah menjadi korban rekayasa perkara.

Iwik juga mengaku pengakuan yang sempat dia buat dilakukan di bawah ancaman dan paksaan Franki alias Serma Pol Edy Wuryanto. Dalih pemaksaan itu, menurut Iwik menirukan Franki, adalah demi melindungi Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.

Yosep menambahkan, sampai saat ini hipotesis perselingkuhan istri Udin dengan Iwik masih menjadi landasan perkara pembunuhan Udin. Dasar perkara ini menjadi salah satu hambatan untuk mengusut kembali kasus Udin.

Penganiayaan Udin terjadi pada 13 Agustus 1996. Diduga penganiayaan yang merengut nyawa Udin ini terkait dengan berita yang dia tulis di harian Bernas, di antaranya soal dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul.

Udin dianiaya seorang lelaki tak dikenal di rumahnya sendiri, di Jalan Parangtritis Km 13,5 Bantul. Setelah luka parah dan menjalani perawatan 4 hari di rumah sakit, Udin meninggal pada 17 Agustus 1996.

Penyidikan Polres Bantul bukan berupaya mendapatkan pelaku penganiayaan Udin melainkan justru menyusun skenario pengaburan pelaku sesungguhnya penganiayaan itu. Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur sebuah tindak pidana akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Apakah kasus Udin akan dibiarkan kedaluwarsa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Nasional
Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com