Hukuman yang diterima para terdakwa pun berbeda-beda, tergantung peran masing-masing pada saat penyerangan berlangsung. "Saya kira sudah cukup proporsional. Berat ringannya hukuman itu kan relatif," kata Ganjar Laksmana, pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, yang dihubungi Kompas.com, Kamis (5/9/2013).
Ganjar menjelaskan, ketika menjatuhkan putusan, seorang hakim melihat hubungan kasuistis atas peran masing-masing terdakwa. Dengan demikian, majelis hakim tidak bisa menjatuhkan hukuman yang sama antara terdakwa yang satu dan yang lain.
Kendati demikian, ia menyayangkan sebagian pihak masih mengaitkan tindakan para terpidana dengan upaya pemberantasan terhadap premanisme. Menurutnya, ada perbedaan tegas antara kasus kriminal murni dengan pemberantasan preman.
"Sedangkan ini adalah kriminal murni yang dilakukan baret merah. Ini murni balas dendam seperti film-film India," katanya.
Ganjar mengatakan, jika memang ingin memberantas premanisme, seharusnya tidak perlu prajurit khusus sekelas Kopassus turun untuk melakukannya. Menurutnya, Kopassus merupakan pasukan elite yang dilatih dengan biaya yang mahal sehingga sudah selayaknya jika mereka melaksanakan operasi khusus saja.
"Kalau memang ingin memberantas preman, seharusnya di luar penjara karena para korban adalah tersangka kasus yang sedang ditangani Polri," katanya.
Sebelumnya diberitakan, tiga terdakwa kasus penyerangan Lapas Cebongan dijatuhi hukuman penjara 6 sampai 11 tahun karena terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap empat tahanan titipan Polda DI Yogyakarta di Lapas Cebongan.
Serda Ucok Tigor Simbolon divonis 11 tahun penjara, sedangkan Serda Sugeng Sumaryanto dijatuhi hukuman 8 tahun penjara, dan Koptu Kodik dihukum 6 tahun penjara. Selain itu, ketiganya dipecat dari TNI.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Oditur Militer, di mana Serda Ucok dituntut 12 tahun, Serda Sugeng 10 tahun, dan Koptu Kodik 8 tahun.
Sementara itu, lima terdakwa lainnya dijatuhi hukuman 1 tahun 9 bulan, tetapi tidak dipecat dari TNI. Mereka dinyatakan terbukti membantu pembunuhan berencana tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.