Bahkan ketika Indonesia harus berhadapan dengan inflasi tinggi "hanya" gara-gara harga cabai yang melangit, dia tak segan menempatkan diri di depan mengangkat persoalan itu, dengan gaya apa adanya.
Dikutip dari buku karya Rahmat Sahid, ini adalah cerita tentang Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Menjadi salah satu tokoh politik negeri ini tak membuatnya melupakan rasa menjadi ibu rumah tangga berhadapan dengan mahalnya harga cabai.
Dalam buku berjudul Pak Taufiq dan Bu Mega, Sahid menggambarkan bagaimana keseharian Megawati. Sebagai perempuan, dia tetap tak lupa kodratnya mengabdi pada keluarga. Tak segan wawancara politik dia belokkan pada "urusan domestik", termasuk soal cabai itu tadi.
Sebagai ketua umum salah satu partai besar di Indonesia, bisa saja Megawati berbicara ngalor-ngidul tentang apa pun terkait politik dan partai, termasuk soal capres. Namun, Megawati memilih mengikuti hati.
"Kenapa sih terlalu terburu-buru soal capres, mbok pikirin kenapa (harga) cabai naik," ujar Megawati saat dicegat wartawan seusai memberikan sambutan dalam acara HUT ke-38 PDI Perjuangan di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, sekitar 2,5 tahun lalu, Senin (11/1/2011). Cerita tersebut ada di halaman 102 buku tulisan Sahid.
Prinsip Trisakti
Tak sekadar mencatat dengan baik kutipan itu, Sahid pun tak lupa menulis ulang alasan Megawati memilih mementingkan masalah cabai dan harga kebutuhan pokok. Dia mengatakan, pilihannya itu adalah untuk memberikan contoh kepada para elite politik Indonesia.
Megawati mengaku khawatir para elite negeri tak lagi kritis menyikapi melonjaknya harga sembako. "Kenapa sih pemerintah masih perlu saya ajari? Seharusnya pemerintah punya strategi untuk bertindak mengenai harga kebutuhan bahan pokok yang terus melambung," ujar dia lugas.
Masalah cabai, kata Megawati, kenaikan harga dan juga kebijakan untuk mengimpornya sama-sama memprihatinkan. Dia berpendapat, permasalahan ini terjadi karena pemerintah kurang serius menangani persoalan di dalam negeri dan hanya menyalahkan kondisi alam.
Presiden kelima Republik Indonesia ini juga tak habis pikir mengapa pasokan cabai harus didatangkan dari Thailand, sebuah negara yang dia sebut luasnya tak melebihi Pulau Sumatera. "Tapi kok kita bisa mengimpor dari Thailand? Padahal, tak memiliki lahan lebih banyak. Mungkin karena tidak ada usaha yang optimal untuk pengadaan cabai tersebut," kritik dia.
Dengan gaya bahasanya yang kerap diolok-olok orang yang tak mengenalnya, Megawati tak lelah maupun jerih mengingatkan pentingnya kemandirian pangan. Dia menegaskan, kemandirian pangan bukan persoalan sulit bila ada kemauan pemerintah.
Bersama dengan kemandirian pangan, Megawati mengingatkan pula soal prinsip Trisaksi yang diajarkan proklamator Bung Karno. "Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan," sebut dia berulang kali.
Jika prinsip Trisaksi diterapkan, ujar Megawati, kemandirian ekonomi akan dengan mudah mewujudkan Indonesia sebagai penyangga kedaulatan pangan untuk bangsa sendiri, yang manfaatnya dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia.
Buku Pak Taufiq dan Bu Mega ditulis oleh Rahmat Sahid yang saat ini berprofesi sebagai jurnalis di Koran Sindo. Buku setebal 206 halaman ini mengungkap sisi ringan, lucu, dan unik dari keluarga Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri, keluarga yang mewarnai politik Indonesia sampai hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.