"Saya mendukung ikrar itu. Pada dasarnya ini kan kita haru menghormati masyarakat yang ada di setempat, kearifan lokal. Kalau ikrar itu sudah jadi kesepakatan masyarakat setempat dan jadi momentum positif untuk meningkatkan hubungan bermasyarakat, yah harus didukung,” ucap Raihan saat dihubungi, Selasa (13/8/2013).
Raihan menuturkan bahwa para pengungsi Syiah ini mau tidak mau harus mengubah keyakinannya. Jika memang mereka tidak mau mengubah keyakinan, Raihan mengusulkan agar warga Syiah yang terdepak dari kampung halamannya melapor ke Kementerian Agama supaya Syiah dijadikan agama baru.
"Kalau disahkan ada agama baru kita kan bisa saling menghormati. Jadi itu harus dilaporkan dulu ke kementerian," imbuh Raihan.
Lebih lanjut, Raihan mengatakan, jika ternyata ada aliran baru di tengah masyarakat yang berlainan, maka hal ini kontraproduktif atas keharmonisan yang sudah terbentuk. Menurutnya, dalam membangun kebhinekaan di Indonesia juga harus dipahami bahwa perbedaan itu jangan menabrak kemapanan sosial yang sudah ada.
"Jangan paksakan ide kita dihormati, tapi tidak hormati kemapanan yang sudah ada," katanya.
Ia mendukung jika warga Syiah perlu dipindahkan sementara waktu ke kawasan khusus hingga masyarakat setempat bisa menerima para pengungsi Syiah ini.
Ikrar "bertobat"
Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) Hertasning Ichlas alias Herta yang mendampingi para pengungsi Syiah pernah mengungkapkan, warga Syiah di Sampang dipaksa oleh para pejabat pemerintah dan kepolisian setempat untuk menandatangani ikrar.Ikrar tersebut berisi 9 poin yang intinya menganggap ajaran Tajul Muluk sesat dan harus kembali ke Ahlus Sunnah. Sebagian besar pengungsi akhirnya terpaksa menandatangani itu karena keamanannya terancam tidak dilindungi aparat.
Adapun konflik Syiah dan Sunni di Sampang, Jawa Timur, bermula dari konflik internal keluarga antara pimpinan Islam Syiah, Tajul Muluk, dan saudaranya, Rois Al Hukama. Pada Agustus 2012, perkampungan pengikut aliran Islam Syiah di Desa Karang Gayam (Kecamatan Omben) dan Desa Bluran (Kecamatan Karangpenang) diserang kelompok bersenjata dan menyebabkan satu orang tewas serta enam orang lainnya luka-luka.
Hingga pada Juni 2013, para pengungsi korban tragedi kemanusiaan di Sampang itu akhirnya terpaksa dipindah dengan alasan keamanan dan kehidupan yang lebih layak di lokasi pengungsian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.