JAKARTA—Setiap kali kenaikan harga BBM, kita selalu panik dan berpikir untuk mencari sumber energi alternatif. Karena kita tahu, ketergantungan negeri ini terhadap bahan bakar minyak (BBM) dan gas sangat tinggi. Sedangkan, cadangan minyak bumi Indonesia hanya 9 miliar barel (Kemen. ESDM, 2013) yang diperkirakan akan habis selama 18 tahun dengan laju produksi rata-rata 500 juta barel per tahun.
Pemerintah telah berupaya guna mengatasi persoalan kekurangan energi yang mendekati krisis ini. Diantaranya diversifikasi dan konservasi energi. Diversifikasi energi atau penganekaragaman pemakaian energi dengan meningkatkan pemanfaatan energi: nuklir, surya, biomassa, angin, air, dan panas bumi. Sedangkan konservasi energi meliputi pemanfaatan energi yang efisien dan menerapkan manajemen energi di semua sektor yaitu sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial.
Terdapat keinginan untuk mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mengimbangi penurunan penggunaan energi fosil. Salah satu jenis EBT yang kemungkinan dikembangkan adalah energi nuklir. Pengembangan ini dilakukan mengingat beberapa kelebihan dari energi nuklir, diantaranya, bahan bakarnya tidak mahal dan ramah lingkungan. Energi yang dihasilkan sangat besar dan tidak mempunyai efek gas rumah kaca serta hujan asam.
Energi nuklir bisa dijadikan pendamping sumberdaya energi berbasis hidrokarbon. Kedua energi tersebut bisa memenuhi kebutuhan energi nasional untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Penggunaan teknologi nuklir sebagai salah satu sumber energi listrik telah dikembangkan sejak tahun 1950-an. Tidak kurang dari 31 negara menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai sumber energi di negaranya saat ini. Di antaranya adalah Amerika Serikat, Perancis, Rusia, India, Pakistan, Brazil, Argentina, dan Vietnam. Dua negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand menyusul. Kedua negara yang belakangan mengenal teknologi nuklir itu sudah membentuk tim persiapan pembangunan PLTN.
Sayangnya, meskipun di kawasan Asia Tenggara, Indonesia lebih dahulu memiliki dan menguasai teknologi nuklir dan mempunyai SDM yang cukup mumpuni, hingga hari ini belum bergerak dari wacana. Padahal payung hukum dan regulasi yang mendampinginya sudah tersedia. Bahkan, semestinya PLTN sudah didirikan pada tahun 2010.
Sejak 1954, pemerintah melalui Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kini menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), mempersiapkan visi besar bangsa Indonesia dalam pemanfaatan teknologi nuklir sebagai sumber energi untuk mencukupi kebutuhan nasional. Namun PLTN belum berdiri di tanah Indonesia. Padahal Indonesia sebagai negara terbesar keempat dengan penduduk sebanyak 250 juta manusia membutuhkan energi terutama listrik dalam menjalankan aktivitasnya. Ketersediaan energi listrik tersebut masih jauh dari cukup bahkan untuk aktivitas konsumsi sekalipun.
Mempertimbangkan perbandingan 20 gram uranium setara dengan 2 ton batu bara, menyebabkan negara-negara maju berlomba-lomba membangun PLTN untuk mendukung kemajuan bangsanya. Fakta menunjukkan bahwa negara yang sudah memiliki PLTN mempunyai tingkat ekonomi yang kuat dan ketersediaan energi mereka terjamin. Di samping itu, udara tetap bersih, tidak tercemari polusi Karena PLTN bersifat rendah emisi karbon.
Nilai konsumsi energi listrik rakyat Indonesia 588 KWh per kapita yang menempati nomor tiga terendah di ASEAN. Sedangkan dari sisi elektrifikasi jaringan listrik di Indonesia baru menjangkau 67% rakyat Indonesia. Angka 67% belum mempertimbangkan kualitas, kuantitas dan realibilitas energi listrik yang tersalurkan.
Dengan kondisi listrik yang demikian, Indonesia harus mengejar pembangunan infrastruktur listrik. Pembangunan pembangkit dengan kapasitas besar menjadi agenda utama. Indonesia saat ini memprioritaskan pembangunan PLTU batubara untuk mengejar penyediaan energi listrik.
PLTN berbahaya? PLTN selalu dikaitkan dengan bom nuklir dan bom radiasi. Teknologi apapun memiliki sisi manfaat dan sisi perusak. Sebilah pisau akan memberi manfaat di tangan seorang koki dan sebaliknya akan berbahaya jika dipegang seorang penodong. Begitu juga dengan teknologi nuklir. Keamanan dan keselamatan akan dijamin di tangan orang-orang yang bermimpi untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai sumber energi listrik.
Kemampuan SDM serta penguasaan teknologi nuklir yang dimiliki BATAN sekarang ini, menjadi modal utama dalam mendirikan PLTN dalam waktu dekat. Indonesia harus mempunyai sikap jelas dalam menghadapi kemungkinan krisis listrik di masa depan. Menjadikan energi nuklir sebagai solusi mengatasi krisis merupakan pilihan yang terbaik. Jadi, tunggu apa lagi? (adv)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.