Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puasa dan Lebaran Berbeda, Ini Penjelasannya...

Kompas.com - 05/08/2013, 16:27 WIB
Ihsanuddin

Penulis

 

 

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagian orang masih bertanya, mengapa dan bagaimana penentuan jatuhnya Ramadhan dan Idul Fitri diwarnai silang pendapat? Tahun ini, Muhammadiyah lebih dahulu melaksanakan ibadah puasa, yakni pada 9 Juli 2013. Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) baru menyusul satu hari setelahnya.

Bahkan, masih ada beberapa aliran minoritas Islam lain, misalnya Al Qadiriyah, yang sudah berpuasa sejak 8 Juli, dan Satariah yang baru mulai berpuasa pada 11 Juli. Perbedaan-perbedaan tersebut juga kerap terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ma'ruf Amin menjelaskan, perbedaan penetapan jatuhnya Ramadhan dan Idul Fitri tersebut disebabkan perbedaan metode yang digunakan masing-masing kelompok.

Muhammadiyah, misalnya, menggunakan metode wujudul hilal atau yang lebih dikenal dengan istilah hisab. Pendekatan tersebut menetapkan jatuhnya awal Ramadhan dan Idul Fitri dengan menghitung posisi Bumi terhadap Matahari dan Bulan secara matematis dan astronomis.

Sementara NU menggunakan metode rukyatul hilal atau lebih dikenal dengan istilah rukyat. Rukyat merupakan suatu metode yang hanya mengamati visibilitas hilal tanpa memperhitungkannya secara matematis dan astronomis.

"Jadi, ada dua metode yang paling banyak dipakai, pertama hisab murni atau wujudul hilal dengan metode dihitung. Kedua, rukyatul hilal atau rukyat, dilihat langsung dengan mata kepala, dia tidak menghitung, yang penting (hilal) bisa dilihat," jelas Ma'ruf Amin saat dihubungi kompas.com, Jumat (2/8/2013).

Ketua Badan Hisab dan Rukyat Ma'rufin Sudibyo menyederhanakan penjelasan mengenai kedua metode tersebut. Dia mengibaratkannya dengan olahraga lompat tinggi. Muhammadiyah mensyaratkan peserta lompat tinggi untuk memenuhi standar tinggi tertentu agar memenangkan lomba. Sementara itu, NU hanya mensyaratkan agar peserta tersebut sekadar dapat melompat saja.

"Ambil contoh olahraga lompat tinggi. Satu pihak menetapkan yang penting bisa meompat tidak peduli berapa tingginya. Sementara pihak lain tidak hanya menyarankan harus bisa melompat, tapi ada batasan tinggi tertentu, misal katakanlah 100 cm," papar Ma'Rufin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/8/2013).

Lalu mengapa bisa terdapat dua metode? Ma'rufin menjelaskan bahwa kedua metode tersebut muncul karena penggunaan dan penafsiran ayat Al Quran dan Hadis yang berbeda-beda pula.

NU dikatakan mengacu kepada hadis Nabi Muhammad SAW berikut: "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang, maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari".

Sementara Muhammadiyah berpegang pada Al Quran Surat Yunus Ayat 5 yang berbunyi: Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui."

Akibat terdapat perbedaan antardua ormas terbesar di Indonesia itu, menurut Ma'ruf, pemerintah bersama MUI sebenanya sudah mengambil jalan tengah, yaitu membuat metode baru yang dapat mengombinasikan kedua metode ini.

Pada dasarnya, kedua metode ini tidak bertentangan, tetapi saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. Metode tersebut disebut imkanur rukyat.

"Akhirnya ada satu sistem namanya imkanur rukyat. Paduan antara hisab Muhammadiyah dengan rukyat yang digunakan NU dan beberapa ormas lain," ujar Ma'ruf.

"Ini paduan antara hisab murni wujudul hilal Muhammadiyah dengan rukyat bil fihli yang digunakan NU dan beberapa ormas lain, dengan (metode) ini kita berharap sudah tidak ada perbedaan lagi" jelas Ma'ruf.

Ma'ruf menilai, penyatuan penetapan jatuhnya Ramadhan dan Idul Fitri di setiap kelompok Islam adalah suatu hal yang penting untuk dilakukan. Ramadhan dan Lebaran di Indonesia bukan lagi hanya merupakan kegiatan ibadah semata, melainkan juga sudah menjadi tradisi tahunan.

"Karena itu, pemerintah berwenang untuk menentukan masalah (penetapan Ramadhan dan Lebaran) ini, paling berwenang bahkan," jelas Ma'ruf.

Sayangnya, upaya penyatuan oleh pemerintah tersebut sampai saat ini belum tercapai. Muhammadiyah dikatakan masih menolak untuk mengikuti metode tersebut.

"Hanya sayangnya Muhammadiyah tidak mau beranjak dari hisab murni wujudul hilal," kata Ma'ruf.

Ma'ruf mengaku tidak mengetahui alasan pasti mengapa Muhammadiyah menolak menggunakan metode imkanur rukyat. Namun Ma'ruf berharap agar perbedaan ini tidak menimbulkan perpecahan antarumat Islam di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com