Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/08/2013, 20:58 WIB

Di Wangon itulah kini ibu saya menghabiskan masa tuanya bersama beberapa adik yang tinggal di sekitar rumah ibu. Kiriman putera-puteri dan uang pensiunan sebagai kepala Sekolah Dasar, cukuplah bagi ibu untuk belanja sehari-hari, menyumbang orang hajatan, iuran RT, membayar pajak bumi dan bangunan, membayar listrik, telepon  dan PAM, membeli jajan untuk cucu-cucunya, serta pergi ke dokter apabila rematiknya kambuh.

Maka saya, serta jutaan warga republik ini, pada lebaran kali ini pun, bagai semut yang merayap memenuhi jalur pantura dan jalur-jalur lainnya di negeri ini, baik lewat udara, darat, dan laut, menuju lubang tempat awal keberangkatan berada: kampung!

Jalan berjejal, sengatan matahari, kemacetan berjam-jam, tak menyurutkan kami, “semut-semut” yang sedang mencari jalan pulang ke rumah. Bahkan di antara kami, sedemikian abainya dengan keselamatan jiwa sendiri. Lihatlah, mereka yang berkendara motor dengan bawaan yang melimpah, tak jarang mereka juga membawa serta anak kecil yang harus siap merasai sabetan udara pantura yang panas di kala siang, dingin di waktu malam, dan tentu pula penuh jelaga polusi lantaran ribuan kendaraan merayap di sana saban detiknya.

Ya, ya…Kampung, pada akhirnya memang tak lagi menunjuk pada sebuah tempat terpencil yang jauh dari peradaban metropolitan. Tak ada listrik, telepon, televisi. Cuma ada suara jengkerik dan belalang di kala malam, atau lenguhan kerbau di waktu siang.

Kampung, kini telah berubah menjadi sebuah terminologi tempat kaum urban berangkat mencari kehidupan di kota-kota besar sekaligus tempat kembali buat tetirah dan bersilaturahim dengan sanak famili serta buat mengukur kesuksesan atau kegagalan.

Untunglah saya memiliki ibu yang tak pernah bertanya tentang berapa kini gaji saya, apa saja yang telah saya miliki selama tinggal di Jakarta. Ibu sudah cukup berbahagia jika tiap lebaran saya bisa pulang. Kesehatan saya sekeluarga ketika bertemu ibu, kata beliau, sudah cukup membahagiakan hati.

Begitu saya tiba di rumah beliau, biasanya Ibu berdiri di muka pintu dengan tangan terbuka, siap menyambut saya sekeluarga.

Ibu tak banyak bertanya. Beliau segera memeluk saya dengan sepenuh cinta. Demikianlah adanya tiap kali lebaran datang, ibu dan kami anak-anaknya senantiasa digulung oleh gelombang keharuan yang datang dari samudera kasih sayang sepanjang waktu.

Di hadapan ibu, saya seperti menyaksikan segala perbuatan yang selama ini saya lakukan kepada ibu. Dan bagai jarum-jarum yang jatuh ke atas lantai, kesalahan-kesalahan saya bergemerincingan memenuhi hati saya.

Saya tahu, ibu tak berharap apa-apa dari saya. Tapi rasanya, saya belum berbuat apa pun untuk membahagiakan ibu. Padahal ibu…

Seperti juga ibu anda wahai kawan-kawan, dia adalah mata air kasih sayang yang mengaliri jiwa-jiwa kita sepanjang hayat.

Ah, maafkan saya, telah melibatkan anda dalam keharuan mengenang ibu saya. Begitulah, selama berada di kampung, saya biasanya juga merasa menjadi kanak-kanak kembali. Saya ketemu dengan teman-teman di kala sekolah dasar. Ketemu dengan guru-guru saya yang kini telah sepuh. Sambil mengudap kacang bawang, kue nastar dan wajik kiriman bude Ar di ruang tamu, saya mengenangkan masa kanak-kanak bersama mereka.

Seperti daunan mangga di halaman rumah ibu yang rontok ke bumi tiap waktu. Begitulah usia, berguguran dimakan zaman. Dan tiap kali selesai shalat Ied, ketika para tetangga dan saudara datang ke rumah ibu untuk bersalaman, mendadak kami menyadari betapa kami tak lagi muda. Bapak saya telah mendahalui kami semua menghadap Ilahi. Pun Pak Guru Paryono serta para tetangga yang dulu turut mewarnai hidup kami, serta beberapa tetangga dan saudara yang telah pergi lebih dahulu berpulang.

Hmm…, saya benar-benar bersyukur bahwa saya memiliki kampung yang menjadi akar tunggang yang menopang daun dan dahan kehidupan saya yang terus tumbuh bersama waktu.

Di luar urusan keluarga, teman dan kerabat, saya juga pernah mendapatkan kehangatan dan keindahan dari para tetangga yang bergotong-royong membangun rumah, suasana pengajian di mushola, kesenian kuda lumping, lengger, sintren, angguk, padi yang menguning di sawah dan tegalan, serta tentu saja kehidupan satwa dan rimbunnya pepohonan yang dulu mengepung kampung.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com