Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembalikan Bukti dari Anas Urbaningrum

Kompas.com - 31/07/2013, 21:28 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi mengembalikan bukti yang rencananya akan diberikan oleh Firman Wijaya, pengacara Anas Urbaningrum, terkait dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah di Hambalang.

"Tadi memang ingin diserahkan suatu bukti, tapi ditolak penyidik karena yang memberikan bukan langsung dari tangan Anas Urbaningrum," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (31/7/2013).

Anas seharusnya diperiksa hari ini sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah terkait dengan pembangunan proyek Hambalang. Namun, Firman mengatakan bahwa kliennya memiliki kesibukan lain. Ia pun meminta KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan Anas.

Firman juga mengungkapkan bahwa ia membawa bukti mengenai biaya iklan Andi Alifian Mallarangeng saat mengajukan diri sebagai calon ketua umum Partai Demokrat dalam kongres partai tersebut pada 2010.

Bukti itu dikemas dalam satu keping cakram padat.

"Bukti itu dikembalikan ke pengacaranya karena kami tidak tahu isinya apa karena, bila barang itu menjadi bukti, maka kami menyita bukan dari pengacara, melainkan dari yang bersangkutan. Jadi, bila ingin memberikan bukti, silakan datang ke KPK dan kita buka bersama-sama," ungkap Johan.

Cakram padat itu sendiri ternyata hanya berisi tiga video.

Video pertama yang berdurasi 30 detik dan video ketiga berdurasi satu menit adalah mengenai iklan kampanye Andi Mallarangeng saat menjadi calon ketua umum Partai Demokrat.

Sedangkan video kedua yang berdurasi 2 menit dan 3 detik berisi cuplikan rekaman wawancara dari stasiun televisi TVOne, yaitu wawancara presenter Tina Talisa dengan Edhie Baskoro Yudhoyono selaku tim sukses Andi Mallarangeng saat itu. Mereka membahas mengenai penggunaan sistem e-voting untuk pemilihan ketua umum.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sebelumnya mengatakan bahwa dalam penyidikan kasus Anas Urbaningrum, KPK mengikuti petunjuk dari bukti-bukti yang diperoleh.

"Kami selalu bekerja on the track, mengalir sebagaimana aliran air, maksudnya ke mana bukti itu mengalir, kami mengikuti," kata Busyro.

Namun, ia tidak mengungkapkan ke mana bukti-bukti yang dikumpulkan tersebut menunjuk seseorang.

"Kami tidak bisa mengungkapkan. Kalau demikian, seolah-olah kami menargetkan
orang. Padahal, proses penegakan hukum itu harus profesional, akuntabel, tidak boleh dipakai menarget seseorang," ungkap Busryo.

Dalam kasus ini, Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200 juta-Rp1 miliar.

Sedangkan untuk kasus korupsi pembangunan proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu mantan Menpora Andi Mallarangeng selaku pengguna anggaran, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku pejabat pembuat komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan, dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (Persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Ketiganya disangkakan Pasal Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus ini, mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya berdasarkan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com