Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Anak Harto"

Kompas.com - 27/07/2013, 17:32 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - Belakangan ini wabah SRS (sindrom rindu Soeharto) kambuh lagi setelah meroketnya harga sembako akibat kenaikan harga BBM. Reformasi telah berusia 15 tahun, presiden sudah gonta-ganti, dan itu belum mengubah persepsi banyak tentang ”zaman Soeharto”.

Muncul pertanyaan serius: siapa kita sebenarnya? Kita sering bernostalgia mengenang masa lalu yang indah, meratapi masa kini yang susah, dan kurang paham merancang masa depan.

Kita terjebak dalam ”pembabakan zaman/orde” yang divisive. ”Zaman normal” lebih baik daripada setelah merdeka atau lihat Orde Baru yang dulu jaya, dicela, dan kini dipuja lagi.

Entah siapa yang menciptakan istilah ”Orde Baru". Tetapi, tak lupa dibuat pula identitas ”Orde Lama” sebagai pembanding yang konon lebih buruk dibandingkan dengan Orde Baru.

Jangan lupa, Orde Baru dilahirkan oleh peristiwa ”Gestapu” (Gerakan September 30). Ini mirip dengan ”Gestapo”, dinas intelijen kepolisian Jerman saat Adolf Hitler berkuasa.

Tak sampai lima tahun setelah lahir, sejumlah kalangan dan tokoh sudah mengkritik Orde Baru menyimpang dari cita-citanya. Demokrasi mulai ditinggalkan, pers dan oposisi dibungkam, dan korupsi pun merajalela.

Pemilu-pemilu Orde Baru sejak 1971 mulai direkayasa demi kemenangan Golkar. Rezim Orde Baru memaksakan pula fusi partai tahun 1973 sebagai cara untuk melakukan depolitisasi.

Mungkin Orde Baru dianggap ”sukses” karena Pak Harto lebih memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi. Ironisnya, pembangunan ekonomi inilah yang jadi sumber korupsi.

Korupsi yang gila-gilaan jelas merupakan warisan Orde Baru. Mungkin yang membedakan korupsi yang terjadi saat itu dengan sekarang ini hanya soal metode dan jumlahnya saja.

Kualitas korupsi tetap sama. Kalau di zaman Orde Baru korupsi terjadi di bawah meja, di zaman Orde Reformasi sampai meja-mejanya diangkut sekalian.

Namun, tidak ada yang membedakan antara presiden sejak era Orde Baru sampai sekarang. Mereka kurang peka menangkap aspirasi rakyat, malah cenderung tutup telinga dan mata terhadap kritik dan saran.

Kritik paling pedas terhadap Pak Harto ditujukan oleh Ali Sadikin bersama 49 tokoh yang menerbitkan ”Pernyataan Keprihatinan”. Isinya mengecam pidato Pak Harto dalam Rapat Pimpinan ABRI di Pekanbaru, 27 Maret 1980, dan HUT Kopassandha di Cijantung, 16 April 1980.

Petisi 50 terdiri dari beragam tokoh berbagai latar belakang. Jenderal-jenderal purnawirawan, selain Bang Ali, ada Jenderal Besar AH Nasution (mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata) dan Jenderal (Pol) Hoegeng (mantan Kepala Polri).

Politisi-politisi kawakan juga banyak, seperti tokoh Islam Mohammad Natsir, tokoh nasionalis Manai Sophiaan, sampai perempuan pejuang kita, SK Trimurti. Beberapa bekas aktivis perjuangan mahasiswa juga ada, seperti Judilherry Justam (angkatan Malari).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Pengusaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Pengusaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com