"Kita masih menilai, belum ada yang cukup optimal meskipun ada yang lumayan," jelas Suparman seusai wawancara calon hakim agung di Gedung KY di Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Suparman menambahkan, kriteria yang paling penting untuk menjadi seorang hakim agung adalah integritas. Menurutnya, dengan integritas, seorang hakim bisa teguh dalam pendirian dan keputusannya di persidangan.
"Dengan integritas, seorang hakim tidak akan bisa dipengaruhi pihak lain," jelasnya.
Selain integritas, Suparman juga mengungkapkan bahwa pengetahuan teknis mengenai hukum juga sangat penting bagi mereka yang ingin menjadi hakim agung. Dia sangat menyayangkan masih ada calon hakim agung dengan pengetahuan teknis yang buruk.
Tak mampu menjawab
Sementara itu, dalam seleksi wawancara pada hari yang sama, salah satu calon hakim agung terdiam ketika diberi pertanyaan. Calon hakim agung Asnahwati tidak bisa memuaskan Tim Pakar Tamu Komisi Yudisial, Djohansjah, ketika ditanyai tentang tugas dan wewenang Mahkamah Agung (MA).
"Ibu tahu enggak tugas Mahkamah Agung?" tanya Djohansyah.
Mendapat pertanyaan itu, Asnahwati sempat terdiam beberapa saat sebelum menjawab.
"Memeriksa dan memutus perkara, Pak."
Djohansjah terlihat kurang puas. Dia langsung menimpali.
"Peradilan tingkat bawah juga memeriksa dan memutuskan perkara, apa bedanya?"
Asnahwati kembali terdiam mendengar pertanyaan Djohansjah tersebut. Kali ini, sebelum sempat menjawab, Djohansjah yang tidak sabar menunggu langsung memberitahukan jawabannya.
"MA itu memeriksa jika ada salah penerapan hukum jika ada UU yang tidak diterapkan di pengadilan tingkat bawah. Seperti itu!" tegas Djohansjah.
Di sesi wawancara lainnya, calon hakim agung Edi Widodo juga terdiam karena tidak mampu memuaskan Djohansjah dengan jawabannya.
"Kalau ada nenek yang mencuri dua buah semangka, apakah dia harus dibebaskan atau diadili? Karena di media nanti akan dikatakan tidak adil, masa nenek pencuri dua semangka diadili," tanya Djohansjah.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Pekanbaru baru tersebut pun sempat menjawab.
"Sepanjang unsur-unsur pidananya terpenuhi, saya berpendapat nenek itu harus dihukum, Pak. Tapi, soal hukumannya akan disesuaikan dengan rasa keadilan," katanya.
"Tapi different things to different people. Keadilan bagi setiap orang berbeda? Nah ini keadilan yang mana?" timpal Djohansjah yang sempat mengulangi pertanyaannya karena sang calon hakim agung memintanya untuk mengulang dengan jelas.
"Jadi, kan MA telah memerintahkan apabila memutus perkara harus dipertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis. Bagaimana Bapak mempertimbangkan dari tiga aspek tersebut agar adil untuk semua orang?" lanjut Djohansjah.
Mendengar pertanyaan Djohansjah tersebut, Edi terdiam cukup lama. Sebelum sempat menjawab, Djohansjah sudah menjelaskan sendiri apa yang dimaksud dengan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis tersebut tanpa memberi kesempatan lagi untuk menjawab.
KY menggelar seleksi wawancara terbuka periode I untuk 23 calon hakim agung setelah lolos seleksi administratif sebelumnya. Nantinya, akan dipilih 21 orang yang namanya akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.