Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhuk dan HAM Bantah Malah Menguntungkan Koruptor

Kompas.com - 15/07/2013, 16:20 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin membantah bahwa surat edaran No. M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 soal peraturan pelaksana PP 99 Tahun 2012 tentang Remisi yang diterbitkannya bertolak berlakang dengan semangat memberikan efek jera untuk para narapidana korupsi, terorisme dan narkoba. Ia membantah jika dinilai mengeluarkan surat edaran untuk memfasilitasi dan meringankan hukuman para koruptor. Menurutnya, surat itu lebih bertujuan untuk memberi keadilan bagi para narapidana pengguna narkotika.

"Jangan terjemahkan saya meng-entertain koruptor. Karena, bagi mereka (napi) yang berkekuatan hukum pasti setelah PP itu tidak ada dispensasi apa pun. Surat edaran itu untuk anak-anak kita yang terkait narkoba sebenernya tempatnya bukan di LP tapi di lembaga rehabilitasi," ujar Amir kepada wartawan, Senin (15/7/2013).

Amir mencontohkan, dari 2.600 orang napi di Lapas Tanjung Gusta, 1.600 orang di antaranya divonis terkait narkotika. Sebagian besar napi itu, lanjutnya, adalah pengguna narkotika dan bukan pengedar yang artinya merupakan korban dan harus direhabilitasi.

"Di LP itu hanya empat orang terpidana korupsi dan 14 orang teroris," pungkas Amir.

Hal senada disampaikan Wakil Menkumham Denny Indrayana. Denny mengatakan, penerbitan surat edaran itu untuk menjaga keamanan dan ketertiban di lapas. Apalagi, menjelang hari raya Idul Fitri dan peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, remisi harus tetap diberikan.

"Tindakan itu kami ambil untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Tapi untuk teroris dan korupsi tetap berlaku pengetatan remisi," pungkas Denny pada kesempatan yang sama.

Untuk memperjelas pemberlakuan PP 99/2012 dan surat edaran Menhuk dan HAM itu, ia mengatakan, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi.

Surat edaran

Menhuk dan HAM menerbitkan surat edaran soal peraturan pelaksana PP 99 Tahun 2012 tentang Remisi. Surat edaran itu mengatur, pengetatan remisi tidak berlaku bagi napi vonisnya telah berkekuatan hukum tetap sebelum PP diundangkan, yaitu 12 November 2012. Tujuannya, untuk menghindari kerusuhan yang sama seperti yang terjadi di LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, 11 Juli lalu.

"Evaluasi terhadap PP 99/2012 harus dilakukan dengan cermat dan lebih adil. Kalau itu tidak diperbaiki, bukan mustahil apa yang terjadi di LP Tanjung Gusta akan terjadi lagi. Itu yang kita hindari," katanya.

"Sedangkan bagi napi yang putusan hukumnya berkekuatan hukum tetap setelah 12 November 2012 itu tetap berlaku pengetatan remisi seperti PP 99/2012," tegas politisi Partai Demokrat itu kemudian.

Ia mengatakan, aturan remisi bagi napi yang vonisnya berketetapan hukum sebelum 12 November 2012 tetap diberlakukan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2008.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com