Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bulan Sabit di Kaki Langit dan Ramadhan yang (Kembali) Berbeda

Kompas.com - 08/07/2013, 08:38 WIB

Muh Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com — Konjungsi Bulan dan Matahari akan terjadi pada Senin 8 Juli 2013 pukul 14.14 WIB, bertepatan dengan 29 Syaban 1434 H berdasarkan segenap mazhab kalender Hijriah yang berkembang di Indonesia. Dengan demikian, terbenamnya Matahari di hari itu menjadi saat yang menentukan untuk mengevaluasi apakah 1 Ramadhan 1434 H sudah tiba di Indonesia atau belum.

Evaluasi dilaksanakan berdasarkan elemen-elemen posisi Bulan, khususnya beda tinggi Bulan-Matahari, keterlambatan terbenamnya Bulan terhadap Matahari (lag), selisih waktu antar-konjungsi, hingga terbenamnya Matahari saat itu (umur Bulan) dan jarak sudut Bulan-Matahari (elongasi).

Saat Matahari terbenam pada 8 Juli 2013 itu, beda tinggi Bulan di Indonesia bervariasi antara -0,7 derajat di pesisir utara Papua dan +0,2 derajat untuk pesisir selatan Jawa bagian barat. Elemen lag Bulan juga menunjukkan variasi serupa dengan pola persebaran menyerupai distribusi elemen tinggi Bulan, dengan yang terkecil, yakni -2,7 menit, pun terjadi di pesisir utara Papua hingga yang terbesar +3,2 menit terjadi pada pesisir selatan Jawa bagian barat. Hal sebaliknya terjadi pada umur Bulan dan elongasi, yang meskipun juga sama-sama bervariasi, pola persebarannya berkebalikan dibanding distribusi tinggi Bulan dan lag Bulan.

Umur Bulan merentang sejak yang terendah +1,3 jam untuk pesisir selatan Papua hingga yang tertinggi +4,7 jam untuk Aceh. Elongasi Bulan-Matahari bervariasi dari yang terkecil +4,4 derajat di pesisir selatan Papua hingga yang terbesar adalah +4,9 derajat di Aceh.

Bagaimana kaitan elemen-elemen Bulan tersebut dengan penentuan 1 Ramadhan 1434 H di Indonesia?

Di sinilah perbedaan itu bakal terjadi. Terdapat dua kelompok arus utama dalam penentuan awal bulan kalender Hijriah di Indonesia.

Kelompok pertama yang mengacu pada hisab berbasis "kriteria" wujudul hilaal. Kelompok ini sejak jauh-jauh hari telah menetapkan 1 Ramadhan 1434 H di Indonesia pada Selasa, 9 Juli 2013, misalnya seperti dinyatakan dalam Maklumat PP Muhammadiyah No. 04/MLM/I.0/E/2013. Mereka berpedoman awal bulan kalender Hijriah telah terjadi tatkala piringan teratas cakram Bulan masih menyembul di kaki langit barat kala Matahari terbenam sempurna. Dalam bahasa astronomi, "kriteria" ini dinyatakan dengan lag -2 menit dan belakangan dipadukan dengan prinsip naklul-wujud (transfer wujudul hilaal). Oleh karenanya, titik-titik di sebagian Indonesia yang sejatinya tak memenuhi syarat lag Bulan -2 menit, seperti dalam awal Ramadhan kali ini, khususnya bagi pulau Sulawesi, Irian, dan kepulauan Maluku, diperkenankan "meminjam" titik-titik lainnya yang telah memenuhi syarat.

Sebaliknya, kelompok kedua menggunakan hisab dengan dasar "kriteria" imkan rukyat dan/atau memadukannya dengan rukyatul hilaal. Pada Senin senja itu, sabit Bulan atau hilal bakal belum terlihat mengingat tak ada satu pun dari dua syarat "kriteria" imkan rukyat yang terpenuhi, yakni beda tinggi Bulan lebih kurang 3,25 derajat dan umur Bulan lebih kurang 8 jam, atau beda tinggi Bulan lebih kurang 3,25 derajat dan elongasi lebih kurang 3 derajat. "Kriteria" ini masih dipadukan lagi dengan prinsip wilayatul hukmi (kesatuan wilayah hukum) sehingga jikalau ada titik di Indonesia yang memenuhi syarat tersebut, maka seluruh kesatuan wilayah Indonesia memasuki awal bulan kalender Hijriah yang baru secara bersama-sama.

Meski sebagian masih tetap menanti hasil rukyatul hilaal dan/atau keputusan Menteri Agama berdasarkan sidang isbat yang bakal digelar pada Senin 8 Juli 2013 tersebut, dengan situasi elemen-elemen posisi Bulan yang telah tersaji di atas, maka kelompok ini mengindikasikan 1 Ramadhan 1434 H bakal bertepatan jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013.

Oleh karenanya, jelas ada perbedaan dalam hal awal Ramadhan 1434 H. Namun, bagaimana hal semacam itu bisa terjadi? Adakah persoalan elementer dalam kalender Hijriah yang membuka celah perbedaan tersebut, ataukah problematika ini lebih berpangkal pada faktor-faktor non-saintifik?

Dasar

Kalender Hijriah merupakan salah satu sistem penanggalan dalam khazanah peradaban manusia yang memiliki aturan dan akarnya sendiri. Kalender ini merupakan kalender Bulan dan terhitung sejak 10 Zulhijah 10 H sepenuhnya mengacu pada peredaran Bulan (lunar) tanpa dicampur-adukan lagi dengan peredaran Matahari (luni-solar) sebagaimana dideklarasikan Rasulullah SAW dalam haji wadak.

Terdapat 12 bulan kalender (lunasi) di dalamnya dengan jumlah hari dalam setiap bulan kalender bervariasi antara 29 dan 30 hari. Awal kalender adalah tahun ke-0, yakni tahun di mana peristiwa hijrah (migrasi religius) dari kota Mekkah menuju Yastrib (Madinah) berlangsung. Meski sepenuhnya berdasarkan peredaran Bulan, terdapat korelasi sederhana yang mengaitkannya dengan peredaran semu Matahari yang dalam hal ini 309 tahun Hijriah setara dengan 300 tahun Matahari.

Dasar-dasar ini telah disepakati dan cukup dipahami umat Islam, khususnya para ahli falak, yakni cendekiawan Muslim yang secara khusus berkecimpung dalam ilmu astronomi, khususnya implementasinya bagi aspek-aspek peribadahan termasuk salah satunya penyelenggaraan kalender Hijriah.

Dasar-dasar tersebut bersumberkan dari dua sumber hukum terpenting umat Islam, yakni Al Quran dan hadis sehingga kalender Hijriah sebenarnya memiliki pijakan yang kuat serta relatif tertata dan terkodifikasikan dengan baik.

Namun, kodifikasi tersebut belum sepenuhnya sempurna. Ada beberapa persoalan yang masih tersisa, salah satunya dalam pendefinisian hilal. Belum ada kata sepakat di kalangan ahli falak dalam menyatakan apa itu hilal dan bagaimana turunannya (derivasinya) ke dalam elemen-elemen posisi Bulan, baik dalam nilai minimum maupun maksimum.

Meski secara umum hilal dinyatakan sebagai Bulan sabit (tertipis) di kaki langit, tiap-tiap kelompok masih menggunakan definisinya masing-masing yang berbeda. Inilah problema elementer paling menonjol dalam kalender Hijriah yang menghantui umat Islam, khususnya sejak sekitar lima abad silam, dan masih terus berlanjut hingga kini. Problema itu diperparah dengan kegamangan menetapkan di mana posisi hisab dan rukyat sesungguhnya.

Dalam era kontemporer, dua problema tersebut masih ditingkahi dengan dua problem tambahan, yakni bagaimana mengimplementasikan dasar-dasar kalender Hijriah dalam konteks global (antar-negara) dan siapa yang memiliki kewenangan otoritatif dalam menerapkan dan menjaga keberlakuan kalender tersebut. Akumulasi dari keempat problema itulah yang menyebabkan awal Ramadhan kerap dimulai secara berbeda, baik dalam lingkup Indonesia maupun antara Indonesia dan negara-negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim lainnya di dunia.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Nasional
    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Nasional
    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Nasional
    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    Nasional
    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Nasional
    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Nasional
    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Nasional
    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Nasional
    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Nasional
    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Nasional
    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Nasional
    Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Nasional
    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Nasional
    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com