Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat buat Yani

Kompas.com - 01/07/2013, 22:11 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

"Pokoknya seperti beli pisang goreng gitulah," kata lelaki Cgb itu.

Cgb, kekasihku..., tempat tinggal lelaki yang bercerita padaku soal orang Jakarta yang gemar beli tanah di wilayah Krw, adalah juga sebuah desa yang sempat membuat aku shock.

Aku tiba di Cgb menjelang maghrib. Aku lihat anak-anak dengan tertib berjalan menuju surau untuk shalat dan mengaji. Pada saat yang bersamaan, aku ditawari singgah di sebuah rumah oleh lelaki itu yang ternyata bernama Fatur.

Tuan rumah tempat aku singgah, adalah seorang perempuan muda. Lalu, tanpa basa-basa, Fatur menawariku untuk "tidur" bersama tuan rumah. Fatur yang menangkap rasa was-was di mataku segera berkata, bahwa di kampungnya, sedikitnya ada lima perempuan yang bisa diajak "tidur" di rumahnya! Fatur bilang, kampung Cgb berada di bawah kendalinya. Untuk soal keamanan, ia cukup bisa diandalkan.

"Tenang saja, nggak ada yang akan mengganggu," katanya meyakinkan.

Kendati keamanan terjamin, meski aku juga lelaki sejati yang memiliki hasrat badani, tapi tak bisa aku menerima tawaran si Fatur. Kau tahu apa soalnya? Karena engkaulah, kekasihku. Engkaulah itu, embun yang memelihara jiwaku agar senantiasa jernih.

Yani, kekasihku. Ketika aku melintas di sepanjang jalan menuju laut, aku juga mendapati berderet rumah penduduk yang di halamannya bertebaran kupu-kupu malam. Mereka masih amat muda-muda, kekasihku. Bahkan di antaranya belum becus berbedak dan bergincu. Kemiskinan, kemalasan, dan kesombongan, itulah yang aku kira membuat anak-anak perempuan itu menjajakan diri.

Ketika sawah tak lagi mereka punya, ketika angin menciptakan gelombang laut yang membuat giris nelayan mencari ikan, ketika panen hasil bumi gagal, ketika kemiskinan benar-benar menelikung mereka, maka satu di antara alternatif untuk menyambung kehidupan adalah menjual anak perempuan mereka.

Alasan berikutnya adalah..., lantaran para lelaki di desa-desa pantai utara ini sebagian adalah para pemimpi. Mereka lebih suka menghabiskan malam-malam mereka di meja bilyar, berjudi, pasang togel, sementara para istri atau saudari mereka disuruh mencari nafkah, tak peduli halal atau haram.Dan kesombongan itu, kekasihku... kesombongan telah membuat perempuan-perempuan itu bermata gelap. Sebagian di antara mereka bahkan tak peduli dari mana uang datang, yang penting rumah mereka bagus, perhiasan mereka gemerlapan.

Hmmm...., siapa yang pantas kita salahkan sesungguhnya? Para raja kah yang dulu dengan jumawa menetapkan perempuan sebagai salah satu upeti, sehingga tradisi meremehkan martabat wanita bermula? Atau para prajurit Belanda yang mulai mencengkeram pesisir utara Jawa pada abad 17 yang sekaligus juga mencengkeram perempuan-perempuan muda untuk dijadikan pemuas birahi mereka?

Terus terang, kekasihku, saat menyaksikan perempuan-perempuan muda dengan dandanan menor untuk menutupi wajah-wajah mereka yang pucat di muara tadi, aku jadi ingat kisah tentang seorang perempuan belia bernama Rosario Baluyot yang pernah aku baca.Tahukah engkau siapa dia? Rosario adalah anak perempuan berusia sembilan tahun yang lari ke jalanan lantaran situasi rumah adalah siksa baginya. Semuda itu ia harus menanggung sepi sendiri di Olongapo, salah satu basis militer di Filipina pada akhir tahun 80-an. Semuda itu ia harus menjual kemudaannya demi mempertahankan hidup.

Oleh satu alasan untuk menyambung hidup, pada suatu hari, Rosario dan temannya melayani dua tamu asal Austria berusia antara 30-40 tahun di sebuah hotel. Esoknya, ketika Rosario keluar kamar, temannya melihat dia begitu kuyu dan sulit berjalan.Meski tidak tahu persis kenapakah Rosario berjalan bagai anjing yang terkena rabies, temannya paham mengapa Rosario kesakitan. Karena memang biasanya para pelanggan itu tidak hanya memaksa mereka melayani hubungan seks, tetapi sering kali juga memasukkan berbagai barang kecil ke dalam vagina mereka.

Oleh temannya itu, Rosario dibawa ke dokter. Belum sempat dokter memeriksa, Rosario sudah melarikan diri karena takut dilaporkan ke polisi. Maklumlah, prostitusi yang melibatkan anak-anak dianggap sebagai tindakan kriminal di Filipina. Sayangnya, polisi Filipina lebih banyak menangkap korbannya, yakni anak-anak itu, dibandingkan laki-laki hidung belang yang menggunakan jasa mereka.

Rosario yang tengah sakit kembali ke rumah sang germo. Ia tidak sempat istirahat karena dipaksa melayani pacar "mami"-nya. Karena sakit dan tidak bisa bekerja, Rosario diusir dari rumah germo itu. Rosario kembali menggelandang.Suatu hari, seorang pekerja sosial menemukan Rosario terkapar di jalanan. Ia sekarat. Suhu badannya yang kurus kering itu mencapai 40 derajat Celsius. Lalu dari bagian bawah tubuhnya, bau busuk menyengat. Rosario kemudian dibawa ke rumah sakit. Tetapi, semuanya sudah terlambat. Paru-paru Rosario sudah rusak oleh uap terpentin yang terus dia isap sebagai upaya mengurangi rasa sakit.

"Dokter juga menemukan nanah dari luka yang menganga di dalam vagina beserta serpihan kaca tipis, yang diduga berasal dari vibrator yang dimasukkan pelanggan. Rosario tidak bisa diselamatkan. Ia meninggal pada usia 11 tahun. Pemerintah Filipina berhasil menangkap pelakunya, seorang dokter, bernama Heinrich Stefan Ritter dari Austria," begitulah tulis sebuah kabar yang aku baca.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

    Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

    Nasional
    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Nasional
    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Nasional
    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Nasional
    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Nasional
    Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

    Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

    Nasional
    Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

    Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

    Nasional
    Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

    Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

    Nasional
    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Nasional
    Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

    Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

    Nasional
    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Nasional
    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Nasional
    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Nasional
    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com