Penyiksaan itu di antaranya dilakukan aparat kepolisian, TNI, hingga sipir. Data tersebut berdasarkan hasil pemantauan dan advokasi yang dilakukan Kontras, dan disampaikan dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional pada 26 Juni lalu.
"Dari jumlah itu, Kontras menerima sekitar 17 kasus penyidikan yang dilaporkan langsung oleh korban dan keluarganya. Kita menduga kuat lebih dari 100 kasus karena adanya ketertutupan akses informasi," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar, di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2013).
Kasus penyiksaan itu mengakibatkan 15 orang meninggal dunia, 204 orang terluka, dan lainnya mengalami kejahatan seksual hingga sakit dalam tahanan tanpa bantuan medis. Salah satu contoh, yaitu kasus penyiksaan Ruben Pata yang dituduh melakukan pembunuhan berencana.
Menurut Haris, penyidik tak memiliki bukti yang kuat untuk menjerat Ruben. Bukti tidak terlibatnya Ruben ditambah pengakuan Agustinus yang mengaku hanya dirinya yang membunuh. Agustinus juga mengaku tak kenal dengan Ruben.
"Korban ditangkap oleh Polres Makale Tana Toraja, diduga korban disiksa dan diintimidasi penyidik agar Ruben mengakui perbuatannya," terang Haris.
Kasus lainnya adalah penyiksaan Danes Juni 2013. Menurut Haris, dalam kasus ini Danes dituduh melakukan penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Danes disiksa terlebih dahulu dan kemudian dibuat berita acara pemeriksaan. Haris menjelaskan, bentuk penyiksaan terhadap Danes di antaranya mata dilakban, dipukul, ditendang, dan disetrum.
Haris mengatakan, penyiksaan itu umumnya dilakukan agar korban mengakui perbuatan yang belum pasti dilakukannya. Menurutnya, hal ini menunjukkan ketidakmampuan polisi mengumpulkan alat bukti yang kuat.
Selain itu, kekerasan juga terjadi di lembaga pemasyarakatan. Salah satu contohnya, terang Haris, kasus penyiksaan di Lapas Nabire 1 Oktober 2012. Menurut Haris, Kalapas Nabire memerintahkan petugas lapas untuk melakukan pemukulan dan mengancam memotong bagian tubuh. Setelah itu, korban jatuh pingsan dan petugas tetap menyiksa dengan menusukkan besi panas pada bagian punggung.
Menurut Haris, sejumlah kasus tersebut telah ditindaklanjuti, seperti menyampaikan surat desakan pengusutan ke polres dan polda. Kemudian kasus di lapas mendesak pengusutan oleh Kementrian Hukum dan HAM. Namun, menurutnya tidak pernah ada respons dari pihak terkait untuk mengusutnya. "Kasus penyiksaan ini pun terus berlanjut karena tidak ada langkah penegakan hukumnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.