JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, pihaknya akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas). Seharusnya, RUU tersebut akan disahkan DPR pada pekan ini. Akan tetapi, merespons kontroversi yang masih berkembang, pengesahan ditunda pekan depan.
"Kalau mereka tetap mengesahkan RUU Ormas, kami akan melakukan dua langkah, pertama langkah hukum judicial review ke Mahkamah Kontitusi," kata Al Araf seusai mengisi sebuah diskusi, di Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2013).
Selain judicial review, Imparsial juga mengancam akan melakukan propaganda politik kepada masyarakat untuk tidak memilih wakil rakyat yang turut mengesahkan RUU Ormas. Menurutnya, propaganda ini akan efektif, mengingat 90 persen anggota dewan saat ini kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2014.
"Secara pribadi, kami yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti RUU Ormas yang terdiri dari elemen buruh, petani, pemuda, dan mahasiswa se-Indonesia akan mengampanyekan bahwa mereka yang politisi yang mengesahkan RUU Ormas adalah politisi yang tidak memihak rakyat, politisi yang bermasalah yang tidak layak dipilih pada saat 2014," paparnya.
Penolakan
Materi yang diatur dalam RUU Ormas mengundang kontroversi dan penolakan dari sejumlah ormas. Salah satunya ialah Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan keberatannya atas keberadaan draf RUU Ormas. Hal itu disampaikan dalam pertemuan dengan DPR, Rabu (26/6/2013), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurut Din, RUU ini mengandung sifat kontrol yang luar biasa dari pemerintah.
"Undang-Undang Ormas sebelumnya sangat singkat terdiri dari 20 pasal, tapi memuat pemikiran strategis tentang sebuah rezim. Yang sekarang ini muncul filosofi luar biasa bahwa sudah ada keinginan besar untuk mengatur. Saya tidak setuju dengan ini," ujar Din.
Lebih lanjut, Din merinci keberatannya terhadap pasal-pasal yang termaktub dalam RUU Ormas. Unsur kontrol, katanya, bisa terlihat dalam pasal yang mengatur tentang syarat pendirian hingga perizinan. Ada pasal-pasal yang masih memiliki potensi tafsir ganda."Sekitar 30 tahun lagi akan perbedaan tafsir dan bisa membuka peluang munculnya otoritarianisme. Jangan sampai di masa mendatang, undang-undang ini jadi tidak berlaku lagi dan tidak terelevan," ucap Din.
Selain itu, Din juga menyoroti uraian lingkup kegiatan ormas yang juga diatur dalam RUU Ormas. Di dalam RUU Ormas ini, tidak diatur tentang ormas yang bergerak di bidang politik. Padahal, kata Din, ormas tidak terlepas dari pergerakan politik suatu bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.