Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepuluh Tahun, Dua Perubahan

Kompas.com - 19/06/2013, 08:48 WIB
Oleh Rhenald Kasali

Hanya dua tahun berkuasa (1999- 2001), Presiden Abdurrahman Wahid melakukan 10 perubahan. Sebaliknya, hampir 10 tahun memimpin (2004-2014), Presiden SBY baru menggulirkan dua perubahan.

Abdurrahman Wahid—akrab dipanggil Gus Dur—tak menjanjikan perubahan, tetapi tergelincir perubahan-perubahan besar yang ia gerakkan. Sebaliknya, SBY menjanjikan perubahan, tetapi lebih banyak menghindari konflik sehingga perubahan butuh waktu lebih lama.

Setiap pemimpin punya janji dan cara berbeda untuk memenuhi janjinya dan punya cara yang khas. Namun, pemimpin yang hebat tidak sekadar melakukan perubahan, tetapi juga mengelolanya dengan manajemen perubahan.

Apa yang saya maksudkan adalah perubahan mendasar, yang mengubah cara dan kebiasaan.

Gus Dur membubarkan dua kementerian (Departemen Penerangan dan Departemen Sosial), menghapus larangan menjalankan tradisi budaya Tiongkok, dan mengganti nama Irian dengan Papua. Ia membangun Kementerian HAM, reformasi TNI, menggilir jabatan panglima TNI, dan menjadikan Imlek sebagai hari libur resmi. Ia juga mengusulkan hubungan diplomatik dengan Israel dan menghapus Tap MPRS No XXIX/MPRS/1966 yang melarang segala bentuk ajaran Marxisme-Leninisme.

Seperti layaknya sebuah perubahan, era itu ditandai dengan lebih dari 1.000 kegaduhan, perlawanan, bahkan pemberontakan dan kematian. Ada panglima yang mati mendadak, ada keributan besar di Maluku, pengunduran diri dan pemecatan menteri secara mendadak, harga- harga berguncang, dan seterusnya. Namun, seperti kata ilmuwan Kurt Lewin, perubahan besar memerlukan tahap pencairan karena ”orang-orang yang berpikiran lama” ingin mempertahankan kekuasaan, wewenang, dan rasa nyamannya.

Pada tahap ini terjadi pembusukan, pelepasan ikatan-ikatan, tetapi yang dilepaskan tak membiarkan hal itu terjadi sehingga muncul ledakan-ledakan. Namun, terlepas dari segala ketakteraturannya, Gus Dur adalah sosok perubahan yang berani. Tanpa keberanian itu sulit dibangun sesuatu yang baru.

Adapun perubahan besar di era SBY terjadi pada lima tahun pertama kabinetnya: perdamaian Aceh (2005) dan konversi minyak tanah ke LPG (2009). Tak ada yang menyangkal kedua perubahan itu berdampak sangat besar dan tak lepas dari peran pendamping presiden, Jusuf Kalla, yang gigih memanajemeni dan memimpin perubahan secara konsisten.

Setelah itu sebenarnya ada banyak ide perubahan yang digulirkan, tetapi tak sedikit yang kandas di tengah jalan. Pengurangan subsidi BBM, misalnya, hampir selalu kandas di tengah jalan. Berbagai frustrasi dirasakan publik seputar impor pangan yang berlebihan, hilangnya produk- produk pangan berulang-ulang, ancaman korupsi, konflik horizontal, dan pembiaran terhadap ancaman kebebasan beragama. Namun, SBY juga dapat pujian dan pengakuan internasional.

Mengalah dan kompromi

Sebenarnya Presiden SBY masih bisa menambah daftar perubahan penting di sisa satu tahun kabinetnya, yaitu mempercepat proses reformasi birokrasi, menggencarkan pemberantasan korupsi, memperbaiki industri pertanian, dan penerapan kurikulum pendidikan yang lebih berkualitas. Keempat bidang itu menyangkut kepentingan bangsa yang luas dan terkait dengan bidang-bidang lainnya.

Tak dapat dipungkiri perubahan selalu menimbulkan kegaduhan dan kritik. Manusia ingin berubah, tetapi tidak mau diubah. Ada yang bisa ”melihat”, ada yang ”tak mau” melihatnya. Ada yang mengkritik untuk memperbaiki, tapi banyak yang langsung menolak dan menyatakan tak bernalar, pasti gagal, dan seterusnya.

Kritik tak saja menimbulkan disharmoni, konflik, dan emosi, tapi juga ide-ide baru. Ada yang menyatakan ”ini sulit tapi bisa”, ada yang menyatakan presiden lelet, tetapi begitu direspons cepat dikatakan ”tergesa-gesa”. Saat berada dalam pusaran perubahan, manusia lebih merasa heroik jadi penentang ketimbang kawan. Berkata ”no” kepada penguasa jauh lebih terhormat daripada berkata ”yes”. Apalagi bila pemerintah kehilangan kredibilitas karena perbuatan negatif kelompok internalnya.

Menjadi pertanyaan, mengapa lima tahun pertama kabinet SBY berhasil melakukan perubahan- perubahan besar? Bahkan, 56 juta rumah tangga bisa diubah kebiasaan memasaknya hanya dalam tiga tahun? Jawabnya adalah karena ada kepemimpinan Jusuf Kalla yang meneguhkan, membuat pemerintahan jadi kuat.

Dalam buku Memimpin di Era Perubahan, H Pandjaitan mengutip SBY yang banyak mengalah, berkompromi, dan lebih memilih konsensus: ”Saya tidak ingin makin menjadi-jadi konflik dan benturan politik itu yang akhirnya membawa negara kita persis seperti 10, 11, 12, 13 tahun yang lalu...” Catatan saya, ketika kelompok penentang perubahan membaca kalimat ini, mereka pun berkata, ”Kita tekan terus sampai ia berkompromi dan perubahan gagal dijalankan.”

Bila itu terjadi, kita hanya menjadi bangsa yang complancent dan tidak maju. Sebab, perubahan memang belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik. Akan tetapi, tanpa perubahan, tak akan ada pembaruan, tak akan ada kemajuan.

Rhenald kasali Pendiri Rumah Perubahan; Guru Besar FEUI

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    Nasional
    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Nasional
    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Nasional
    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com