Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemulihan Sosial-Ekologis Lapindo

Kompas.com - 18/06/2013, 02:13 WIB

Oleh Anton Novenanto

Tanggal 29 Mei, genap tujuh tahun lumpur panas Lapindo menyembur dari bumi Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Luapan lumpur Lapindo telah memaksa warga di 12 desa dan tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo meninggalkan untuk selamanya kampung halaman mereka. Ribuan warga kehilangan rumah, ribuan lainnya hidup dalam kecemasan menunggu wilayah mereka ”masuk peta”.

Cernea (1997, 2003) menyebutkan, dalam setiap kasus pemindahan paksa, ”pemiskinan” merupakan salah satu dampak. Karena itu, perlu usaha perlindungan dan rekonstruksi hunian para korban. Dalam kasus Lapindo, pemerintah justru membiarkan terjadinya ketimpangan relasi kuasa korporasi dengan warga.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (Perpres No 14/2007), seharusnya Lapindo melunasi sisa pembayaran 80 persen kepada warga pada awal 2009 (dua tahun setelah uang muka dibayarkan). Namun, Lapindo dengan alasan krisis keuangan mencicil pembayaran sisa tersebut, tetapi tidak selalu lancar.

Selama sebulan terakhir, sekelompok warga korban lumpur Lapindo menduduki tanggul penahan lumpur. Warga merasa masih memiliki hak atas wilayah yang sudah terendam lumpur itu karena Lapindo belum menuntaskan seluruh kewajibannya membayarkan tanah dan atau bangunan warga korban lumpur.

Pada Februari 2013, Presiden Yudhoyono hanya mengingatkan (bukan memerintahkan, apalagi menghukum) Lapindo untuk segera melunasi pembayaran itu. Nyatanya, sampai Mei ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Lapindo belum juga tuntas. Ironis, aksi warga menuntut haknya itu justru dihentikan paksa oleh kepolisian Sidoarjo.

Peraturan fisik

Awal Mei, Presiden menandatangani PP No 33/2013 tentang Perubahan Kelima atas Perpres No 14/2007 (Perpres 33/2013).

Secara substansi, Perpres No 33/2013 hanya merinci batas-batas wilayah terdampak yang sudah diputus sebelumnya dalam Perpres No 37/2012 tentang Perubahan Keempat atas Perpres No 14 (Perpres No 37/2012). Satu-satunya yang baru dalam Perpres No 33/2013 adalah pengaturan atas tanah dan/atau bangunan yang bersifat wakaf.

Kita bersyukur atas sikap pemerintah yang terus memantau perkembangan bencana lumpur Lapindo sekaligus merevisi segala kebijakan terkait. Namun, kita juga perlu terus mengingatkan, persoalan lumpur Lapindo bukan semata mengganti rugi tanah dan atau bangunan warga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com