Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdandan Pocong, Mahasiswa Demo BBM

Kompas.com - 17/06/2013, 16:04 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Aktivis Barisan Mahasiswa Merdeka (BMM) Pamekasan, Jawa Timur, menggelar aksi penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan membungkus tubuh mereka seperti pocong.

Aksi yang digelar di Monumen Arek Lancor, Pamekasan, itu, mendapat perhatian dari masyarakat yang melintas di jalan lingkar menuju monumen tersebut. Koordinator aksi, Ahmad Sujai, menjelaskan alasan pemerintah menaikkan harga BBM ada yang masuk akal, meskipun ada yang terkesan mengada-ada.

Mereka berpendapat, alasan yang masuk akal adalah subsidi BBM saat ini hanya dinikmati orang kaya pemilik mobil mewah. Karena itu, kata Sujai, subsidi itu harus dicabut. "Kalau alasan yang satu ini masih rasional. Namun alasan bahwa untuk mengendalikan perekonomian negara ini yang tidak rasional," terang Sujai.

Menurut Sujai, penyelamatan perekonomian yang dimaksud pemerintah, menurut Sujai, adalah menyesatkan. Faktanya saat ini kondisi ekonomi rakyat jelata sudah sangat sengsara. Daya beli masyarakat masih sangat rendah. "Belum ada kenaikan harga BBM saja, harga bahan pokok sudah mulai merangkak naik. Jadi pemerintah jangan membual dan beralibi yang tak masuk akal," papar Sujai.

Diungkapkan Sujai, jika ingin menyelamatkan perekonomian negara, pemerintah seharusnya tidak menggadaikan aset-aset negara kepada pihak asing. Dia memberi contoh banyaknya tambang minyak dan gas, emas, batubara dan kekayaan alam lainnya dikendalikan asing. "Kekayaan ini yang seharusnya menyelaraskan perekonomian negara, bukan justru rakyat yang dikorbankan," tandasnya.

Untuk menyampaikan alasan penolakan kenaikan harga BBM tersebut, peserta aksi menyebarkan catatan ringkas yang diberikan kepada para pengendara.

Peserta aksi memasang beberapa spanduk ajakan penolakan terhadap kenaikan BBM di beberapa ruas jalan. "Jika memang pemerintah nekad menaikkan harga BBM, maka ini akan jadi preseden buruk selama pemerintahan SBY dan masyarakat akan mengingatnya sepanjang sejarah di negeri ini," pungkas Sujai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com