JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuntut Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Mabes Polri untuk segera berkoordinasi dan menemukan jalan konstitusional dalam penanganan pembebasan dua korban rekayasa kasus, yang kini telah divonis hukuman mati.
Kedua orang tersebut adalah Ruben Pata Sambo (72) dan Markus Pata Sambo. Ayah dan anak ini divonis melakukan pembunuhan terhadap pasangan Andrias Pandin dan Martina La'biran serta dua orang anggota keluarga lainnya pada 23 Desember 2005 di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ruben dan Markus dikenai hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja pada tahun 2006. Pada tahun 2008 upaya Peninjauan Kembali (PK) pernah diajukan ke Mahkamah Agung, namun PK tersebut ditolak oleh Hakim Agung Hatta Ali, Dirwoto dan Djafri Djamal. Alasannya bukti yang diajukan bukanlah bukti baru, dan sudah pernah digunakan pada persidangan.
Namun ternyata, bukanlah Ruben dan Markus yang terlibat dalam kasus yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Resor Tana Toraja tersebut. Sebab, empat pelaku pembunuhan yang sebenarnya telah ditangkap. Mereka pun telah membuat pernyataan bermaterai pada 30 November 2006 lalu, dan menyebut Ruben dan anaknya bukan otak ataupun pelaku pembunuhan.
Mereka yang membuat pernyataan adalah Yulianus Maraya (24), Juni (19), Petrus Ta'dan (17), dan Agustinus Sambo (22). Mereka adalah warga Jalan Ampera, Makale, Tana Toraja.
Walaupun sudah membuat surat pernyataan, tetapi hal tersebut tidak membuat Ruben dan anaknya bisa bebas dari vonis. Mereka tetap terancam hukuman mati. "Ini sangat aneh. Surat ini tidak bisa menganulir Ruben dan Markus sebagai tersangka kasus ini," kata Haris Azhar, Koordinator Eksekutif Nasional KontraS ketika memberikan keterangan di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2013).
Untuk itu, KontraS akan memberikan surat permintaan ke Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan nama Ruben dan Markus dari daftar yang akan dieksekusi mati. Selain itu KontraS juga akan memberikan surat ke Kementerian Hukum dan HAM untuk meminta peranannya menjembatani penuntasan rekayasa kasus pembunuhan ini.
"Kami juga akan memberikan surat kepada Mabes Polri meminta melakukan tindakan hukum atas pelaku-pelaku penyiksaan dan Komisi Yudisial untuk memeriksa para hakim yang menjatuhi hukuman mati dan menguatkan putusan itu," ujar Haris.
Saat ini Ruben dan Markus masih mendekam di balik jeruji besi di tempat yang berbeda. Ruben berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, Sementara itu Markus, sang anak berada di LP Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.