JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat menilai pelaksanaan Pemilu 2014 tidak akan jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 2009. Sistim proporsional terbuka yang dianut pada pemilu 2014 diperkirakan membuat caleg jor-joran dalam menggelontorkan dana kampanye. Pasalnya, caleg dipaksa mendapat dukungan sebanyak mungkin jika ingin terpilih sebagai anggota DPR.
Politisi senior PDI Perjuangan, Pramono Anung mengatakan, setidaknya ada lima cara yang dapat dilakukan untuk menyiasati pelaksanaan pemilu yang berbiaya mahal. Pertama, membuat aturan yang memperbolehkan partai untuk membuat badan usaha. Melalui badan usaha tersebut, partai dapat berproduksi sesuatu untuk dijual. Nantinya, uang keuntungan hasil penjualan produk itulah yang digunakan untuk membiayai dana kampanye.
"Kedua, bisa mengambil contoh di negara-negara barat dimana kampanye dibiayai oleh negara," kata Pramono, yang juga Wakil Ketua DPR, di Jakarta, Kamis (12/6/2013).
Cara selanjutnya, sambung Pramono, mengganti sistim proporsional terbuka menjadi sistim proporsional gabungan. Artinya, anggota legislatif yang nantinya akan duduk di Parlemen dipilih melalui dua sistem, yaitu dipilih oleh publik dan penunjukan langsung oleh parpol.
Keempat, pemerintah dan KPU, melalui UU dan Peraturan KPU, membuat regulasi pembatasan dana kampanye yang dapat dikeluarkan oleh caleg. Dengan demikian, tidak ada lagi pandangan mengenai pertarungan antara orang kaya dengan orang miskin.
"Terakhir, pemilukada langsung hanya untuk daerah tingkat dua saja. Sedangkan, pemilihan gubernur ditentukan oleh DPRD," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.