”Dengan keterbatasan petugas taman nasional, kami terus beroperasi. Beberapa kali menemukan lembaran kayu ulin di tepi jalan,” kata Erly Sukrismanto, Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Selasa (11/6), di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, ditemui di sela Lokakarya Restorasi Orangutan dan Habitatnya di TN Kutai.
Penjarahan terakhir digagalkan pada Minggu, 9 Juni 2013. Saat itu, petugas BTNK menemukan 46 lembar papan ulin di tepi ruas Jalan Sangatta-Botang Kilometer 4, Kutai Timur. Lokasi Taman Nasional di tepi ruas Jalan Sangatta-Bontang memudahkan penjarah.
Hanya 4-5 km dari jalan raya, perambah sudah di dalam TN Kutai. Di Sangkima, salah satu lokasi daya tarik TN Kutai, cukup berjalan 900 meter ke dalam taman nasional, terdapat pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) selebar 2,47 meter yang ditaksir berumur 1.000 tahun.
Pohon ulin yang dijarah umumnya berdiameter 30 sentimeter atau sekitar 2 meter kubik. Periode 2011-2012, disita 200-an meter kubik kayu ulin dari TN Kutai. Dengan demikian, sejak 2011, kasus penebangan liar memotong 110 ulin di TN Kutai.
Menurut Erly, pihaknya mendalami keterlibatan oknum aparat dalam kasus-kasus itu. ”Saya berkoordinasi dengan Kepala Polres dan Komandan Kodim untuk penanganan oknum-oknum ini,” kata dia.
Awal Maret 2013, petugas BTNK menangkap basah anggota TNI bersama istri mengangkut kayu ulin 1,06 meter kubik. Kasus ini dalam proses pengadilan militer di Balikpapan.
Ulin salah satu flora endemis Kalimantan terancam punah. Kayunya yang kuat diburu penjarah/pembalak dengan harga Rp 7 juta per meter persegi.
Tidak seperti tanaman jati yang bisa dibudidayakan dalam waktu 15 tahun, ulin hingga kini belum banyak diteliti dan dikembangkan. Khususnya, soal budidaya cepat panen. Untuk itu, menjaga agar tetap terjaga di alam merupakan kemutlakan.
Novianto Bambang Wawandono, Direktur Konservasi Keragaman Hayati Kementerian Kehutanan, mengatakan, untuk mengerem pencurian kayu, perlu pemberdayaan masyarakat. ”Kesejahteraan masyarakat perlu ditingkatkan. Penegakan hukum juga berjalan,” kata dia.
Hernowo Supriyanto, Kepala Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta, meyakini aksi pembalakan diketahui warga yang berdiam di areal TN Kutai. Di sana, masyarakat di jalur Bontang-Sangatta sejak lama mendesakkan perubahan status sebagian kawasan hutan konservasi menjadi areal penggunaan lain. Pemkab Kutai Timur juga sudah mengajukan enclave sejak 13 tahun lalu.
Balai TN Kutai mengusulkan penyelesaian kasus itu dengan menjadikan area itu sebagai zona pemanfaatan khusus. Permukiman menjadi semacam desa konservasi. Masyarakat berhak mengelola lahan yang luasannya dibatasi, tetapi tidak memilikinya.