Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunuh Diri karena Sakit Tak Terobati

Kompas.com - 11/06/2013, 17:49 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Orang-orang sedang sakit, bangsa sedang sakit, mungkin juga dunia sedang sakit. Musim sungsang, hutan gundul, laut memanas, bencana di mana-mana. Di Konsulat Jenderal Jeddah, orang-orang marah dan membakar gedung Konjen, mungkin juga karena "sakit".

Sebagian orang sakit dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan layak, tetapi sebagian lainnya... bahkan untuk membiayai hidupnya yang sederhana saja tidak mampu, apalagi untuk berobat.

Dan hari ini, saya hendak menulis "balada orang-orang malang" itu, orang-orang sakit yang akhirnya memilih mati lantaran tak sanggup berobat ke rumah sakit. Orang-orang itu mati tanpa daya. Lantaran harga obat yang mahal dan biaya rumah sakit yang tak terjangkau, mereka pun memilih bunuh diri untuk mengakhiri derita panjang lantaran sakit.

Semula saya tak mau berpikir yang ribet-ribet, terutama berkait dengan berita-berita yang bikin pusing. Tetapi, apa daya, tiap hari kita dikepung oleh informasi dari berbagai penjuru, di rumah kita berhadapan dengan televisi, di jalan kita mendengar radio, di kantor ada koran dan internet, di warung atau kafe kita mendengar gunjingan. Waduh!

Ya sudah, kita nikmati saja apa yang ada dan tersedia di hadapan kita. Menghindari itu semua, bisa jadi kita akan asing di tengah pergaulan kita sendiri.

Sebuah berita yang menggedor benak dan perasaan saya adalah kabar dari Pekanbaru yang diwartakan oleh Harian Umum Kompas. "Berobat Mahal, Wasis Bunuh Diri karena Keterbatasan Dana", itulah berita di halaman pertama koran terbitan Jumat (7/6/2013).

Disebutkan, Wasis Ramadhan (23), warga Kelurahan Tanjung Rhu, Limapuluh, Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (4/6/2013), mengakhiri hidupnya dengan tragis. Dia bunuh diri menggunakan pisau dapur di rumahnya. Wasis bunuh diri karena keterbatasan dana untuk mengobati penyakit lambungnya yang kronis dan tak kunjung sembuh. Ini sebuah ironi di provinsi yang selama ini dikenal kaya dengan minyak bumi dan gas alam.

Di akhir tulisan, koran itu menulis, keluarganya sempat membawa Wasis ke Rumah Sakit Santa Maria. Akan tetapi, karena biayanya mahal, mereka memulangkannya. Sepulang dari rumah sakit, Suryono dan keluarganya membicarakan dana pengobatan Wasis di ruang tamu. Belum tuntas pembicaraan, Wasis yang masih meringis kesakitan masuk ke dapur. Saat itulah rupanya Wasis nekat mengakhiri hidupnya.

Dan... rupanya bukan cuma Wasis seorang yang mengalami keputusasaan dan kemudian mengakhiri hidupnya dalam sakit yang berkepanjangan dan ketiadaan biaya untuk berobat. Sebelum Wasis, ada Muhammad Nurcahyo (22) yang gantung diri di rumahnya di Penjaringan Utara pada 29 Juli 2012 lantaran terus menerus berobat dan tak kunjung sembuh. Diikuti Rohmanul Irsandi (23).

Warga Bekasi Utara ini juga mengakhiri hidupnya karena tak bisa berobat. Demikian juga Rubini (43), warga Gunung Kidul, yang gantung diri setelah putus asa oleh sakit lambung dan kepala yang berkepanjangan. Tanggal 8 April 2013, Chau Apu (64) terjun ke Sungai Cisadane setelah putus asa akibat mengidap kencing manis bertahun-tahun. Tangal 28 Mei 2013, Sri Hartati (32) menabrakkan diri ke kereta api yang melintas di perbatasan Sleman dan Bantul disebabkan oleh gangguan jiwa dan pernah dirawat di RS Jiwa Ghrasia, Pakem, Sleman.

Anda bisa mengatakan, "Ah itu kan cuma sepersekian persen dari jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jumlahnya." Tapi, saya juga bisa menjawab begini, "Jumlah itu baru yang terekspos, barangkali yang tak terberitakan bisa berlipat-lipat jumlahnya."

Seperti para penderita HIV/AIDS, seperti jumlah pengangguran, jumlah warga miskin, di permukaan nampak baik-baik saja, tapi di balik yang nampak di permukaan, bisa jadi semacam gunung es.

Selain yang ditulis Kompas, media lain juga menulis, Suriningsih (33), warga Dusun Worawari, Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo, yang nekat bunuh diri dengan menabrakkan diri ke kereta api di Dusun Mertan, Sukoreno, Jumat (31/5/2013) dini hari, karena tak tahan menderita penyakit komplikasi.

Tahun 2005, Benedetto Saraceno, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Substansi WHO, menyatakan, kematian rata-rata karena bunuh diri di Indonesia 24 kematian per 100.000 penduduk. Jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, diperoleh angka 50.000 kasus kematian akibat bunuh diri. Sebagian di antaranya tentu mereka yang tak sanggup berobat ke rumah sakit.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Nasional
    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    Nasional
    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Nasional
    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Nasional
    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Nasional
    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com