Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri: Kasus SMS Antasari Masih Berlanjut

Kompas.com - 05/06/2013, 14:52 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Polri selaku pihak termohon menghadiri sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait kasus SMS gelap terhadap bos PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2013). Kepada majelis hakim, pihak kepolisian menjawab, kasus itu masih dalam penyelidikan atau belum dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kasus itu juga telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

"Belum pernah diterbitkan surat penetapan penghentian penyidikan oleh penyidik Polda Metro Jaya," ujar AKBP W Marbun selaku kuasa hukum Mabes Polri, Rabu.

Seperti diketahui, Antasari pernah membuat laporan kasus SMS gelap ke Polri LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus 2011. Namun, hingga saat ini, menurut Antasari belum ada kejelasan akan penanganan kasus itu. Marbun menjelaskan, kasus itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada 8 September 2011 nomor B/3017/IX/2011.

Pemeriksaan saksi, jelas Marbun, pernah dilakukan terhadap Masayu Donny Kertopati selaku kuasa hukum Antasari. Namun, penyelidikan kasus itu terhambat karena belum adanya barang bukti berupa ponsel jenis Nokia Comunicator type E90 warna hitam milik Nasrudin. Barang bukti itu masih dipegang oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Karena belum ada barang bukti itu, penyidik belum dapat melakukan penyidikan dan belum mengeluarkan atau mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan," katanya.

Antasari sendiri mengaku tidak pernah mengirim SMS berupa ancaman kepada Nasrudin. Dalam persidangan, SMS itu juga tak dapat dibuktikan. Selain itu, saksi ahli di bidang IT, Agung Harsoyo, pada waktu lalu, menduga ancaman pesan singkat itu tidak dikirim dari telepon genggam Antasari, tetapi dikirim melalui alat teknologi informasi atau jaringan internet lain. SMS itu disebut dikirim Antasari setelah Nasrudin memergoki Antasari berduaan dengan Rani Juliani di Hotel Gran Mahakam, Jakarta.

Adapun SMS yang disebut dikirim oleh Antasari itu berisi, "Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya". Antasari dihukum 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Pengusutan kasus SMS gelap ini pun diharapkan dapat dijadikan bukti baru atau novum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com