Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Poso Jadi Korban Terorisme

Kompas.com - 05/06/2013, 02:37 WIB

Jakarta, Kompas - Teror yang berulang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, membuat masyarakat Poso menjadi korban. Dalam kurun dua tahun, Juni 2011-Juni 2013, tercatat delapan kali teror dilakukan sejumlah kelompok yang pada umumnya berasal dari luar Poso.

”Teror yang selalu ada di Poso membuat masyarakat jadi sulit berkembang. Investor yang susah payah kami undang dan bujuk untuk berinvestasi di Poso lari dan gagal berinvestasi. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? Tentu masyarakat juga. Padahal, baik pelaku maupun kelompok yang bermain di sini bukan warga Poso. Mereka adalah orang luar yang datang berkumpul dan melakukan pelatihan di sini. Mereka menjadikan Poso sebagai sarang teroris,” kata Bupati Poso Piet Inkiriwang, di Poso, Selasa (4/6).

Dientakkan dengan bom bunuh diri yang terjadi di halaman Markas Kepolisian Resor Poso, Pemerintah Kabupaten Poso berdialog dengan aparat kepolisian dan TNI, serta tokoh agama dan masyarakat. Mereka sepakat, teroris dan segala bentuk kekerasan adalah musuh bersama.

Di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, pelaku bom bunuh diri diduga kelompok teror di Poso pimpinan Santoso. Jaringan kelompok teror di Poso selama ini diduga merencanakan aksi teror, melakukan pelatihan, dan melakukan aksi terorisme. Polisi masih terus menyelidiki identitas pelaku untuk pengembangan penyelidikan lebih jauh.

”Dari aktivitas selama ini, itu (aksi bunuh diri) merupakan bagian dari aktivitas orang yang mempunyai hubungan dengan kelompok yang sama dengan kelompok yang pernah tertangkap atau terungkap,” kata Boy.

Selama ini, menurut Boy, polisi juga memiliki buron tersangka teroris, seperti Santoso dan Upik Lawanga di Poso, dan Sabar di Sulawesi Selatan. Selain itu, Basri yang baru-baru ini melarikan diri dari LP di Palu juga merupakan rekan Santoso. Basri merupakan terpidana kasus mutilasi tiga siswi SMK di Palu.

”Belum dapat dipastikan dari wajah,” kata Boy ketika ditanya apakah pelaku bom bunuh diri adalah Basri, terpidana kasus terorisme yang melarikan diri dari LP di Palu. Ia menambahkan, pelaku mungkin saja berasal dari luar Poso karena selama ini banyak orang yang datang dari luar Poso, seperti dari Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, yang dikirim ke Poso untuk ikut pelatihan teror.

Menurut Boy, tim Disaster Victim Identification dan Pusat Laboratorium Forensik Polri masih memeriksa DNA pelaku bom. Dari ciri-ciri fisik, pelaku bom bunuh diri berumur 30-40 tahun, tinggi 165-170 sentimeter, berkulit sawo matang, dan memiliki beberapa tahi lalat di dada dan tangan.

Bukan buron

Selain dugaan keterkaitan dengan jaringan Santoso, pelaku bom bunuh diri juga tidak termasuk dalam daftar 22 buron polisi empat bulan terakhir. ”Kami bandingkan dengan foto-foto dalam DPO, tetapi tidak satu pun yang ada kesamaan dengan pelaku. Sejauh ini yang kami ketahui pelaku bukan warga Poso, tetapi ada kaitan dengan Santoso. Keterlibatan Basri juga ada,” kata Kepala Kepolisian Resor Poso Ajun Komisaris Besar Susnadi, di Poso.

Sepanjang Selasa, polisi menyebarkan gambar kepala pelaku untuk mengungkap kasus ini dan mencari keluarga atau orang yang kemungkinan mengenal. Tim identifikasi dari Mabes Polri dan Inafis Polda Sulawesi Tengah serta Polres Poso, kemarin, bekerja di lokasi bekas ledakan. Tim mengumpulkan serpihan bom yang digunakan, serpihan tubuh, serta kendaraan yang digunakan. Sejauh ini, bom yang digunakan diidentifikasikan sebagai bom rakitan yang menggunakan pemicu sakelar motor manual.

Terkait berulangnya teror di Poso, Ketua Majelis Ulama Indonesia Poso Arifin Tuamaka mengatakan, seharusnya aparat keamanan dan intelijen mengantisipasi masuknya orang-orang luar yang melakukan pelatihan teror di Poso. ”Kami juga menolak jika terorisme dikaitkan dengan Islam karena Islam tidak mengajarkan kekerasan dan bunuh diri. Kebetulan saja pelakunya orang Islam. Kami berharap aparat keamanan bisa lebih maksimal menangani dan juga mengantisipasi,” katanya.

Setelah kejadian bom bunuh diri tersebut, situasi dan aktivitas warga di Poso berangsur pulih. Pasar dan toko buka seperti hari-hari biasa. Begitu juga perkantoran dan sekolah.

Transaksi elektronik

Terkait ledakan di kantor PT Arifin Sidayu, Lumajang, Jawa Timur, Boy mengatakan, aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Kepolisian Resor Lumajang masih memeriksa intensif tersangka berinisial FI. Sejak ledakan bom rakitan pada Sabtu lalu, tersangka FI mengaku bom itu dibuat untuk menangkap ikan. Namun, setelah diperiksa, ada hal-hal yang tidak wajar dalam transaksi elektronik tersangka. Ketidakwajaran itu diduga terkait rencana aksi teror.

Aparat kepolisian juga mendalami material bom rakitan karena agak mirip dengan bom jaringan teror yang selama ini terungkap. Kemiripan itu ada pada wadah bom, paku, dan gotri.(FER/REN/MHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com