Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasi Dana Kampanye Pilkada!

Kompas.com - 02/06/2013, 13:31 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat didesak untuk memasukkan isu pembatasan dana kampanye pemilihan kepala daerah (Pemilkada) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Pembatasan dana kampanye Pemilkada dinilai penting untuk menekan potensi tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala daerah.

"RUU Pilkada tidak mengangkat isu pembatasan dana itu. Ini mengherankan, kenapa DPR dan Pemerintah tidak membatasi dana kampanye meskipun mereka sudah menghitung ada masalah?" kata Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto pada diskusi di Jakarta, Minggu (2/6/2013).

Hadir pula dalam diskusi tersebut, peneliti Transparency International Indonesia Reza Syawawi, dan Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Afifuddin.

Lebih jauh Didik mengungkapkan, pemerintah maupun DPR sebenarnya menyadari bahwa tidak adanya pembatasan dana kampanye Pilkada menyebabkan permasalahan. Salah satunya, masalah korupsi yang dilakukan kepala daerah. Ketika sudah menjabat, kepala daerah tersebut cenderung melakukan praktik korupsi untuk mengembalikan utang dana kampanye.

Namun, menurutnya, selama ini pemerintah berdalih pembatasan dana kampanye bakal melanggar prinsip kebebasan. "Prinsip ini termasuk memberi kekuasaan peserta Pemilu untuk melaksanakan kampanye sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya, dikhawatirkan akan mencederai prinsip kebebasan ini," katanya.

Padahal, lanjut Didik, tidak adanya pembatasan dana kampanye justru melanggar prinsip kesetaraan dalam proses pemilihan kepala daerah yang demokratis. Bebasnya pendanaan kampanye pilkada dinilainya tidak memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kontender pemilkada sehingga memungkinkan terjadinya dominasi oleh peserta bermodal besar.

"Mereka yang punya duit memiliki peluang lebih besar untuk menang," katanya.

Jumlah Pemilih sebagai Dasar Menghitung

Menurut Didik, mekanisme pembatasan belanja kampanye Pilkada sebenarnya mudah dilakukan. Dia mengusulkan, besaran dana kampanye maksimal ditetapkan berdasakan jumlah pemilih di tiap daerah.

"Kalau pemilihnya 1 juta, maka nilai berapa batas maksimal yang digunakan peserta kampanye untuk yakinkan pemilih? Misalnya 1 pemilih itu Rp 1.000, maka 1.000 dikalikan 1 juta pemilih, artinya Rp 1 miliar," paparnya.

Sebagai simulasinya, kata Didik, peserta dan penyelenggara dapat menggunakan data atau pengalaman dalam Pemilkada sebelumnya. "Kalau pengalaman Pilkada sebelumnya ternyata ada yang mencapai Rp 3.000 per pemilih, sementara ada yang hanya Rp 300, kita bisa kira-kira, atau dibikin rata-rata," ujar Didik.

"Sebenarnya simpel, tapi DPR dan pemerintah kita yang memang tidak memiliki political will," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Nasional
    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Nasional
    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Nasional
    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Nasional
    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com