Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pancasila Makin Dibutuhkan Bangsa Ini

Kompas.com - 02/06/2013, 07:04 WIB

ENDE, KOMPAS - Nilai-nilai Pancasila kini terus tergerus, baik dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Padahal, Pancasila merupakan roh bangsa yang semakin dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dan persoalan bangsa saat ini.

Sebagai bangsa majemuk, Indonesia masih menghadapi ketegangan dan konflik komunal di sejumlah daerah. Pancasila akan efektif dalam praktik sosial bangsa jika diwujudkan dalam pelbagai hukum positif yang mengatur hidup bersama.

”Dengan perasaan sedih dan cemas, saat ini pun kita harus akui bahwa dari waktu ke waktu kita masih mengalami ketegangan dan konflik di antara saudara-saudara kita sebangsa. Meskipun banyak yang telah dicapai oleh Indonesia dalam memperkukuh persatuan nasional, ternyata masih ada sebagian masyarakat kita, sebagian yang amat kecil, yang belum juga memahami bahwa takdir Indonesia adalah hidup dengan kebinekaan dan dalam kebinekaan,” papar Wakil Presiden Boediono dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, Sabtu (1/6), di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Peringatan yang dirangkai dengan peresmian Situs Bung Karno di Ende itu dihadiri, antara lain, Ketua MPR Taufiq Kiemas; tiga Wakil Ketua MPR, yaitu Melani L Suharli, Lukman Hakim Syaifuddin, dan Ahmad Farhan Hamid; Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.

Menurut Wapres, kebinekaan Indonesia telah ada sejak sebelum berdirinya negeri ini dan selamanya akan selalu ada. Mengutip Bung Karno, kebinekaan itu harus dapat dirawat dan dikelola dengan cara berkeadaban. Tidak boleh ada egoisme. ”Tindakan kekerasan, tindakan menindas, dan tindakan menyingkirkan, terutama terhadap yang lemah, sungguh bertentangan dengan cara yang berkeadaban itu,” ujarnya.

”Pancasila akan efektif dalam praktik sosial kita jika dapat diwujudkan dalam pelbagai hukum positif yang mengatur hidup kita bersama. Dengan hukum positif itulah suara penyebar kebencian harus ditangkal. Dalam hukum positif itu pulalah provokasi untuk melakukan kekerasan dapat ditangkis,” tutur Boediono.

Taufiq Kiemas menyatakan, Pancasila bagi bangsa Indonesia bukan hanya konsep ideologis, melainkan juga konsep etis. Ini berarti segala perilaku penyelenggara negara dan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara harus mengacu pada moral etis Pancasila. ”Kehidupan bangsa akan lebih kokoh dan sejahtera jika mampu memahami dan melaksanakan Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa,” kata Taufiq.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam acara peringatan Hari Lahir Pancasila di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu, mengatakan, nilai-nilai Pancasila kini tergerus, baik dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bahkan, banyak kalangan memandang Pancasila sebagai barang asing. Dasar negara sejak 1 Juni 1945 itu pun mulai dipisahkan keberadaannya dengan sang penggalinya, Soekarno.

”Pancasila telah dipisahkan dari Bung Karno sebagai penggalinya, dikaburkan pengertian- pengertiannya, diselewengkan, dan akhirnya secara halus, pelan-pelan, tetapi pasti, telah ditinggalkan dalam praktik sehari-hari. Kondisi ini menetapkan Pancasila menjadi barang asing di hadapan anak-anaknya sendiri. Pancasila menjadi sesuatu yang dilihat sebagai beban yang harus dihindari,” ungkapnya.

Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara dinilai semakin hilang dalam kosakata politik Indonesia juga disampaikan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis dan Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia dalam seminar bertema ”Menggali Nilai-nilai Perjuangan Yap Thiam Hien” yang diselenggarakan GKI Samanhudi, di Jakarta, Sabtu. Padahal, ideologi Pancasila sangat penting dalam politik untuk membangun bangsa Indonesia dalam kebinekaan dan kesatuan yang diperjuangkan pendiri bangsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com